Selasa, 18 Mei 2010

PENGAMBILAN KEPUTUSAN GURU

(Sebuah Kajian Teoretis)

A. Pendahuluan
Seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas selalu dihadapkan pada berbagai pilihan. Kemampuan menetapkan pilihan terbaik merupakan kompetensi yang diharuskan dimiliki oleh guru. Dengan menetapkan pilihan terbaik berarti guru telah mengambil sebuah keputusan. Di sinilah tampak bahwa guru adalah seorang pengambil keputusan (decision maker).
Keputusan yang diambil seorang guru tentang materi, pendekatan, langkah-langkah pembelajaran, strategi panilaian dan lain-lain sangat menentukan hasil pembelajaran yang dilaksanakan. Ketepatan pilihan tersebut akan mewarnai proses belajar mengajar di kelas yang berlangsung kondusif, dan pada gilirannya menentukan prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar siswa biasanya diukur dengan angka-angka yang secara normatif telah ditetapkan aturan perumusannya. Selain itu (dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya), prestasi belajar siswa ditandai dengan kompetensi/kecakapan siswa dalam mewujudkan 4 aspek keterampilan berbahasa dengan baik, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Tulisan ini berisi uraian singkat mengenai bentuk-bentuk pengambilan keputusan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia, dengan mengambil topik “Pentingnya Pengambilan Keputusan dan Tindak Lanjut dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia”.





B. Ringkasan
Pengajaran pada dasarnya adalah proses berpikir. Guru secara konstan berhadapan dengan suatu kisaran pilihan yang berbeda dan perlu memilih di antara pilihan itu pilihan mana yang mereka pikir paling sesuai untuk tujuan tertentu. Pilihan yang mereka pilih disebut sebagai keputusan (Kindsvatter, Wilen, dan Ishler, 1988, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart).
Pengajaran mencakup pengambilan sejumlah besar keputusan individual. Sebelum suatu pelajaran dapat diajarkan, pelajaran tersebut harus direncanakan. Keputusan pada tahap ini disebut keputusan perencanaan. Selama pelajaran itu sendiri, tingkat pengambilan keputusan yang lain terlibat. Guru harus membuat keputuan yang tepat yang berhubungan dengan aspek pelajaran yang berbeda, banyak darinya mungkin tidak direncanakan. Hal ini disebut sebagai keputusan interaktif. Setelah pelajaran, guru harus membuat keputusan tentang efektivitas dan apa tindak lanjut yang akan diambil terhadap pelajaran tersebut. Ini disebut dengan keputusan evaluatif. Kemudian hasil yang telah dievaluasi oleh guru tersebut ditindaklanjuti dengan cara merefleksi terhadap aktivitas yang telah dilakukannya selama proses belajar mengajar berlangsung.

C. Permasalahan
Tulisan ini berisi 5 permasalahan yang hendak diungkapkan.
1. Bentuk keputusan apa saja yang seharusnya diambil guru?
2. Apa perlunya dilakukan pengambilan keputusan perencanaan?
3. Mengapa keputusan interaktif diperlukan dalam pembelajaran di kelas?
4. Untuk apa keputusan evaluatif dilakukan oleh guru?
5. Aktivitas apa yang perlu dilakukan setelah pengambilan keputusan?


D. Tujuan
Ada 5 tujuan yang hendak dicapai dalam tulisan ini.
1. Menguraikan bentuk-bentuk keputusan yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas.
2. Merumuskan perlunya pengambilan keputusan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
3. Menjelaskan perlunya pengambilan keputusan interaktif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
4. Membahas perlunya pengambilan keputusan evaluatif perencanaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
5. Menentukan aktivitas yang perlu dilakukan setelah pengambilan keputusan.

E. Pembahasan
1. Bentuk keputusan apa saja yang seharusnya diambil guru?
Pengajaran mencakup pengambilan sejumlah besar keputusan individual. Sebelum suatu pelajaran dapat diajarkan, pelajaran tersebut harus direncanakan. Keputusan pada tahap ini disebut keputusan perencanaan. Selain itu guru harus membuat keputuan yang tepat berhubungan dengan aspek pelajaran yang berbeda. Hal ini disebut sebagai keputusan interaktif. Dan setelah pelajaran, guru harus membuat keputusan tentang efektivitas dan apa tindak lanjut yang akan diambil terhadap pelajaran tersebut. Ini disebut dengan keputusan evaluatif.

2. Apa perlunya dilakukan pengambilan keputusan perencanaan?
Guru memiliki perbedaan langkah dalam merencanakan pelajaran dan dalam memilih jenis perencanaan yang mereka gunakan. Beberapa guru mengembangkan “rencana-makro”, atau keseluruhan tujuan untuk suatu pelajaran atau suatu kelas, dan menggunakannya untuk mengembangkan rencana pelajaran sehari-hari. Dalam penelitian seorang guru baca ESL, Richards (1990, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart) menemukan bahwa guru menggunakan tujuan instruksional untuk memandu dan mengorganisir pelajaran.
Guru menggunakan tujuan pelajaran untuk membantunya merencanakan dan mengorganisir pelajarannya. Untuk pelajaran yang diobservasi, guru mampu memformulasikan apakah tujuan yang harus diselesaikan dan bagaimana tujuan tersebut bisa dicapai. Meskipun sasaran yang digunakan tidak berbentuk perilaku, sarana tersebut berfungsi sebagai cara untuk mengklarifikasi dan memformulasikan tujuan dan memilih pengalaman pelajaran yang tepat.
Guru yang lain lebih menekankan pada “tingkat-mikro” lebih menitikberatkan pada basis keseharian tanpa perlu membuat referensi reguler pada tujuan atau sasaran pembelajaran mereka.
Guru pada umumnya terdorong untuk mengembangkan rencana pelajaran untuk setiap pelajaran yang mereka ajarkan. Rencana pelajaran dimaksudkan untuk membantu guru mengorganisir pelajaran secara efisien dan efektif, dan biasanya mencakup deskripsi tujuan atau sasaran pelajaran, aktivitas siswa, waktu yang diperlukan untuk setiap aktivitas, bantuan pengajaran yang digunakan, strategi pembelajaran yang digunakan, pengaturan pengelompokan yang dipergunakan untuk setiap aktivitas, kemungkinan masalah yang dihadapi, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya.
Seorang tokoh pendidikan berpendapat bahwa rencana pembelajaran harus mencakup deskripsi dari hasil pembelajaran yang ingin dicapai pada akhir pelajaran tersebut. Kadangkala ini diungkapkan dalam bentuk perilaku (Bloom, 1981). Sasaran perilaku mempunyai dimensi sebagai berikut:
a. siswa sebagai objek;
b. tindakan yang menentukan perilaku atau performa yang dipelajari;
c. kondisi siswa menunjukkan kompetensinya;
d. tingkat prestasi minimum yang diwajibkan setelah instruksi (pelajaran) (Findley dan Nathan, 1980, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart).
Nunan (1988, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart) mengungkapkan bahwa penentuan sasaran pelajaran tersurat dalam cara pencapaian berikut:
a. Pelajar mempunyai pemikiran yang lebih realistik tentang pelajaran yang diikuti
b. Pembelajaran menunjukkan pertumbuhan bertahap dari tujuan yang akan dicapai
c. Siswa mengembangkan sensitivitas yang lebih besar pada peran mereka sebagaimana pelajar bahasa dan ketidakjelasan pemikiran mereka dari menjadi apa menjadi lebih jelas
d. Evaluasi diri menjadi lebih mungkin dilakukan
e. Aktivitas kelas dapat terlihat memiliki hubungan dengan kebutuhan kehidupan nyata pelajar
f. Pengembangan kemampuan lebih terlihat tahapan prosesnya daripada proses tanpa hasil.
Brindley (1984, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart), dalam sebuah penelitian tentang kegunaan sasaran guru dalam program studi lanjut untuk siswa ESL, menemukan bahwa guru cenderung menyatakan tujuan pembelajaran dan muatan materi yang akan disajikan, daripada pengalaman belajar siswa. Brindley mengklasifikasikan kegunaan sasaran guru dalam empat kategori.
a. Tujuan Instruksional. Banyak guru menyatakan tujuan dalam hubungannya dengan peran guru. Contohnya adalah:
1) Untuk mengembangkan kepercayaan siswa dalam berbicara dan mendengarkan
2) Untuk mengaktivasikan pemahaman siswa terhadap perubahan sikap mereka
3) Untuk mengembangkan otonomi pelajar
4) Untuk membantu siswa mengetahui permasalahan individual mereka dan untuk membantunya mengatasi permasalahan tersebut.
b. Deskripsi Pelajaran dan Muatan Bahasa. Guru kadangkala menyampaikan tujuan pelajaran dalam bentuk topik yang diacu dan aktivitas yang akan dijalankan, contohnya:
1) Untuk mengkonsentrasikan pada kemampuan mendengarkan
2) Untuk memberikan masukan dalam bahasa Inggris yang nyata, relevan dan realistik
3) Untuk mengajar bahasa permintaan maaf dalam bahasa Inggris
4) Untuk mengajar pemikiran dari ‘sedang akan’
5) Untuk memberikan pelajaran praktek dalam menggunakan present perfect tense.
c. Kuantitas Muatan Pembelajaran. Beberapa guru menguraikan sasaran mereka dalam bentuk cakupan materi yang mereka inginkan, contohnya:
1) Untuk menentukan latihan yang relevan dengan buku pelajaran
2) Untuk memahami macam-macam buku teks.
d. Materi Pembelajaran. Guru juga menyampaikan tujuan penyusunan buku pelajaran atau materi yang digunakan, contohnya:
1) Untuk menggunakan materi rekaman dari radio dalam memberikan contoh nyata praktik berbahasa
2) Untuk mengajarkan siswa lafal Inggris dengan menggunakan buku teks pelafalan yang mereka tentukan
3) Untuk memberikan banyak cerita dari tuturan langsung.
Informasi terdahulu mengungkapkan penemuan dari penelitian yang lain tentang kegunaan sasaran guru. Guru tidak biasanya merencanakan pelajaran mereka pada ragam jenis sasaran perilaku yang mereka ajarkan dalam program pelatihan guru. Guru lebih merencanakan pelajaran sebagai rangkaian aktivitas (misal, tugas yang siswa akan jalankan di kelas) atau rutinitas pengajaran (misal, bagaimana guru menyajikan dan mengelola instruksi), atau akan sering berfokus pada kebutuhan siswa tertentu (Clard dan Yinger, 1979; Freeman, 1992, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart). Beberapa guru melaporkan bahwa ketika merencanakan pelajaran akan lebih memvisualisasikan siswa kelas tertentu dan kelompok spesifik daripada berpikir tentang sasaran.
Pilihan perencanaan yang guru pergunakan merefleksikan kepercayaan guru tentang pengajaran dan pembelajaran. Beberapa guru percaya bahwa pelajaran harus dijalankan secara spontan dan bahwa rencana pembelajaran yang terperinci menghalangi pilihan guru dan menghambat respon terhadap kebutuhan dan minat siswa. Guru lain merasa bahwa tanpa rencana pelajaran yang terperinci, mereka bisa terlepas dari tugas dan tidak mencakup muatan pelajaran yang ditentukan sebelumnya. Beberapa guru bekerja dari rencana pelajaran tertulis dengan beragam tingkat spesifisitas, sementara guru lain bekerja dari rencana pelajaran yang tidak tertulis.
Keputusan perencanaan dibuat setelah proses refleksi (Neely, 1986, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart), yang dalam masa tersebut guru harus mempertimbangkan pertanyaan seperti berikut:
a. Apa yang harus dipelajari siswa dari pelajaran ini?
b. Mengapa saya harus mengajarkan pelajaran ini?
c. Seberapa baikkah pemahaman saya pada pelajaran ini?
d. Aktivitas apa yang akan saya pilih dalam pelajaran ini?
e. Bagaimana hubungan pelajaran ini dengan pemahaman siswa?
f. Berapa banyak waktu yang saya perlukan untuk setiap aktivitas?
g. Bagaimana saya akan mengorganisir pelajaran ke dalam tahapan atau bagian-bagian?
h. Bagaimana saya akan mulai dan mengakhiri pelajaran?
i. Apakah pelajaran akan berjalan begitu mudah/sulit untuk kelas ini?
j. Bagaimana saya akan mengatasi tingkat kemampuan siswa yang berbeda dalam kelas?
k. Apa yang saya perlukan untuk memberikan perhatian siswa lain sementara saya bekerja dengan kelompok kecil ini?
l. Apakah siswa mempunyai kebutuhan khusus yang harus terpenuhi selama pelajaran?
m. Bagaimana saya bisa mengetahui pemahaman siswa?
n. Peran apa yang akan saya ambil selama pelajaran ini?
o. Teknik disiplin dan manajemen apa yang akan saya masukkan?
p. Pengaturan kelompok apa yang akan saya pergunakan?
q. Bagaimana saya mengatasi gangguan untuk menekan hambatan dalam pelajaran ini?
r. Apakah rencana alternatif saya jika permasalahan muncul dalam beberapa aspek pelajaran?
s. Apakah yang akan saya lakukan jika waktu yang ada terlalu sedikit/terlalu banyak?

3. Mengapa keputusan interaktif diperlukan dalam pembelajaran di kelas?
Meskipun keputusan perencanaan mungkin membentuk titik awal suatu pelajaran, mereka bukan semata-mata faktor penentu perubahan yang akan terjadi selama pelaksanaan suatu pelajaran. Pelajaran bersifat dinamis, pada beberapa bidang dapat diprediksi, dan dicirikan oleh perubahan yang konstan. Karenanya harus guru harus secara berkelanjutan mengambil keputusan yang tepat pada dinamika pelajaran tertentu yang mereka ajarkan. Ragam keputusan ini disebut keputusan interaktif.
Kemampuan untuk membuat keputusan interaktif yang tepat jelas sebuah kemampuan pengajaran yang mendasar, karena keputusan interaktif memungkinkan guru untuk menilai respon siswa pada pengajaran dan mengubah instruksi mereka dengan maksud untuk memberikan dukungan optimal dalam pembelajaran. Guru yang semata-mata hanya dipandu oleh rencana pelajaran dan yang mengabaikan dinamika interaksional dalam proses belajar-mengajar, akan kurang mampu memberikan respon terhadap kebutuhan siswa.
Terdapat sejumlah komponen pada keputusan interaktif:
a. Monitoring pengajaran seseorang dan mengevaluasi apa yang terjadi pada titik tertentu pelajaran tersebut
b. Mengetahui bahwa sejumlah rangkaian tindakan yang berbeda mungkin timbul
c. Memilih rangkaian tindakan tertentu
d. Mengevaluasi konsekuensi pilihan.
Kemampun untuk memonitor instruksi sendiri dan mengevaluasinya dalam hubungannya dengan ketepatan dalam konteks spesifik dan kepentingan adalah sentral pada pengambilan keputusan interaktif. Ini mencakup pengamatan pelajaran sebagaimana pelajaran tersebut berlangsung dan memberikan pertanyaan dengan ragam sebagai berikut:
a. Apakah siswa memahaminya? Apakah instruksi saya jelas dan dipahami?
b. Apakah saya perlu meningkatkan keterlibatan siswa dalam aktivitas ini?
c. Apakah ini terlalu sulit bagi siswa?
d. Apakah saya harus mencoba mengajarkannya dengan cara yang berbeda?
e. Apakah memerlukan waktu yang terlalu banyak?
f. Apakah aktivitas ini akan berjalan seperti yang direncanakan?
g. Bagaimana saya dapat memperoleh perhatian siswa?
h. Apakah siswa memerlukan informasi yang lebih banyak?
i. Apakah saya perlu meningkatkan akurasi pada tugas ini?
j. Apakah ini relevan untuk dukungan terhadap pelajaran?
k. Apakah siswa mempunyai kosakata yang mereka butuhkan untuk mengerjakan tugas ini?
l. Apakah siswa yang mempelajarinya benar-benar perlu mengetahuinya?
m. Apakah saya mengajar terlalu banyak daripada pelajar belajar untuk mereka sendiri?
Dalam memonitor dan mengevaluasi pelajarannya sendiri, guru mungkin memutuskan: (1) bahwa pelajaran berjalan memuaskan dan membiarkan pelajaran terus berlangsung, atau (2) bahwa beberapa ragam intervensi diperukan dengan maksud untuk memberikan respon pada suatu permasalahan yang telah teridentifikasi.
Johnson (1992b, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart) menggunakan observasi video dari instruksi kelas aktual untuk mempelajari jenis dan frekuensi keputusan interaktif yang diambil oleh enam guru pra jabatan yang diikutkan dalam program TESOL master. Dia menemukan bahwa keputusan yang diambil oleh kelompok guru ini berhubungan dengan aspek pengajaran berikut:
Jenis keputusan
Motivasi dan keterlibatan siswa
Keterampilan dan kemampuan bahasa siswa
Kebutuhan afektif siswa
Pemahaman siswa
Muatan bahan pelajaran
Integrasi kurikulum
Manajemen instruksional
Frekuensi
17%
8%
6%
37%
8%
9%
15%
(Johnson, 1992b, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart)
Woods (1991, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart) menguraikan hubungan antara sistem keyakinan pengajar dan pengambilan keputusan mereka. Dia menguraikan studi kasus dari dua guru yang mengajar dalam program yang sama dalam perkuliahan ESL universitas. Seorang guru (guru A) diidentifikasikan mempunyai pendekatan berbasis kurikulum (yang hanya berhubungan dengan implementasi aktivitas semata-mata berbasis pada perencanaan sebelumnya menurut kurikulum). Guru lainnya (guru B) melakukan pendekatan berbasis siswa (yang semata-mata didasarkan pada karakteristik kelompok siswa tertentu dalam kelas pada waktu tertentu). Kedua guru tersebut mengikuti serangkaian kurikulum tetapi membuat keputusan yang berbeda pada keseluruhan rangkaian pelajaran.
Guru A menjelaskan dan mengevaluasi keputusannya secara menyeluruh dalam hubungannya dengan terselesaikannya muatan kurikuler yang direncanakan. Dia berfokus pada pengambilan keputusan interaktif yang semata-mata pada ya atau tidaknya siswa telah memahami materi dan apakah mereka telah menyesuaikan dan mengikuti presentasinya. Keputusan guru B merefleksikan sikapnya tentang peran krusial masukan siswa dan karakteristik siswa yang bermain dalam memandu pelajarannya. Perannya adalah untuk menentukan kebutuhan siswa, dan menggunakan kebutuhan tersebut sebagai dasar untuk memutuskan apa yang akan dikerjakan dan bagaimana melaksanakannya, keduanya dalam perencanaan pelajaran dan selama pengambilan keputusan dalam kelas. Woods menyimpulkan:
Untuk setiap guru, terdapat bukti yang kuat bahwa:
a. Keputusan diambil dalam perencanaan dan pelaksanaan pelajaran secara internal konsisten, dan konsisten dengan asumsi mendasar dan kepercayaan yang lebih mendalam tentang bahasa, pembelajaran dan pengajaran, namun
b. Setiap keputusan dan keyakinan guru secara dramatis berbeda dari guru lain seiring dengan sejumlah dimensi spesifik.
(Woods, 1991, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart)

4. Untuk apa keputusan evaluatif dilakukan oleh guru?
Evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai/penilaian. Melalui evaluasi guru akan mendapatkan informasi berupa data mengenai hasil belajar mengajar yang telah dialami siswa, dan mengolah serta menafsirkannya menjadi nilai kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan standar tertentu (Pujiwati, 1997).
Hasil penilaian tersebut digunakan untuk membuat keputusan dalam pengajaran berikutnya. Tujuan diadakan evaluasi juga untuk menentukan prestasi siswa yang diperlukan dalam mengambil keputusan selanjutnya seperti penentuan kenaikan kelas, kelulusan, program penjurusan dan sebagainya.
Peranan evaluasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dapat ditunjukkan pada keberadaannya yang cukup penting bagi para guru sebagai dasar untuk mengambil keputusan selanjutnya sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Evaluasi harus dilakukan oleh guru secara berkesinambungan dan terpadu sebagai alat pengukur kemampuan siswa dalam pembelajaran keterampilan berbahasa (Roekhan dan Martutik, 2007).
Keputusan evaluatif adalah keputusan yang dibuat guru setelah pelajaran selesai diajarkan. Keputusan ini timbul dari adanya ragam pertanyaan tentang suatu pelajaran berikut:
a. Apakah pelajaran ini berhasil? Mengapa?
b. Apakah kekuatan dan kelemahan utama pelajaran ini?
c. Apakah siswa mempelajari apa yang mereka maksudkan untuk mereka pelajari?
d. Apakah yang siswa peroleh dari pelajaran ini?
e. Apakah pelajaran ini relevan dengan kebutuhan siswa?
f. Apakah pelajaran tersebut pada tingkat kesulitan yang tepat?
g. Apakah seluruh siswa terlibat dalam pelajaran ini?
h. Aapakah pelajaran ini meningkatkan minat siswa dalam materi pelajaran?
i. Apakah saya melakukan persiapan yang mencukupi untuk pelajaran ini?
j. Apakah saya perlu mengajarkan kembali aspek apapun dari pelajaran ini?
k. Tindak lanjut apakah yang sesuai untuk pelajaran ini?
l. Haruskan saya mempunyai strategi pembelajaran alternatif yang saya pergunakan?
m. Akankah saya mengajarkan materi dengan cara yang sama lain kali?
Skema untuk guru pelatihan, seperti diploma RSA untuk guru bahasa Inggris di lain negara, khususnya memberikan kriteria untuk mengevaluasi pelajaran. Sebagai contoh, pada diploma RSA untuk Pelajaran bahasa Inggris terhadap Kurikulum dalam Sekolah Multilingual, kandidat guru dievaluasi baik persiapan pelajaran dan termasuk pelaksanaan pelajaran. Skema penilaian tersebut merefleksikan filosofi pembelajaran yang menjadi dasar dalam program tersebut (misal, prinsip pembelajaran bahasa komunikatif).
Dalam mengevaluasi pembelajaran mereka sendiri, bagaimanapun, guru pada umumnya mendasarkan penilaian mereka pada sistem kepercayaan pribadi mereka senditri tentang bentuk pembelajaran yang baik itu. Woods (1991, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart) menemukan bahwa keputusan evaluasi guru konsisten terhadap asumsi dasar mereka dan kepercayaan tentang pembelajaran dan pengajaran bahasa. Dengan demikian, guru mengikuti pendekatan berbasis kurikuum dalam evaluasi pelajaran mereka dalam hubungannya dengan kejelasan dia menjelaskan materi dan seberapa baik dia telah menyelesaikan rencana yang dia susun untuk malaksanakan kurikulum tersebut. Dia mengevaluasi keberhasilan aktivitas dan respon siswa yang berkaitan dengan “ajakan guru menuju ‘tujuan yang dia inginkan’ sesuai rencana jangka pendek untuk pelajaran dan untuk rencana yang lebih besar dalam kurikulum dan tujuan suatu institusi” (Woods, 1991, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart). Pada sisi lain, guru yang mengikuti pendekatan berbasis siswa, mengevaluasi pelajarannya berdasarkan tujuan dan karakteristik siswa. Sebagai contoh, pada satu kesempatan dia berkomentar, “Saya telah meletakkan terlalu banyak penekanan pada materi dan tidak sama banyaknya pada kebutuhan siswa.”
Richards, Ho dan Giblin (1992, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart) mempelajari pengambilan keputusan yang dipergunakan oleh guru dalam pelatihan mendapatkan Sertifikat UCLES/RSA untuk Pengajaran Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing tingkat lanjutan. Dalam mempelajari ‘evaluasi guru terhadap sesi praktik pembelajaran, pada keseluruhan program pelatihan 10 minggu’, mereka menyatakan suatu pergerakan dari keseluruhan ke dalam bentuk efektivitas teknik pengajaran pada evaluasi pembelajaran yang lebih menyeluruh, pergerakan yang peserta latihannya kurang berfokus pada mekanika pelajaran mereka dan lebih berfokus pada dimensi struktur dan kohesi dan partisipasi siswa dalam pelajaran.
Penelitian ini menggambarkan bahwa selama guru memperoleh pengalaman dalam pembelajaran dan mengembangkan konseptualisasi pengajaran yang lebih dalam, kriteria yang mereka gunakan untuk mengevaluasi pengajaran berubah untuk merefleksikan asumsi, kepercayaan dan tingkat kesadaran mereka yang baru. Richards et al. (1992, dalam Jack C. Richards dan Charles Lockhart) juga menemukan bahwa keputusan evaluatif yang dibuat pengajar memberikan masukan untuk keputusan perencanaan yang mereka buat pada waktu mendatang. Dengan demikian, keputusan perencanaan, interaktif dan evaluatif saling berhubungan.

5. Aktivitas apa yang perlu dilakukan setelah pengambilan keputusan?
Aktivitas yang perlu dilakukan setelah penerapan keputusan-keputusan tersebut adalah aktivitas tindak lanjut. Aktivitas tindak lanjut meliputi bagian-bagian berikut.
a. Aktivitas Jurnal
1) Jika Anda mengajar sebuah kelas, pikirkan tentang pelajaran yang Anda ajarkan terakhir. Bagaimana Anda merencanakan pelajaran tersebut? (sebagai contoh, apa yang Anda pikirkan tentang sasaran? Apakah Anda mencoba memvisualisasikan kelas dan aktivitas? Apakah Anda memulai dengan materi yang ada dan kemudian berpikir bagaimana Anda dapat menggunakannya?) uraikan pendekatan Anda pada perencanaan pelajaran ini dalam jurnal Anda. Apakah Anda berpikir ini adalah pendekatan umum atau apakah ini menyimpang dari metode perencanaan Anda yang biasanya?
2) Pikirkan tentang pelajaran yang telah Anda ajarkan atau amati terakhir. Apakah keputusan interktif yang timbul selama pelajaran tersebut? Uraikan bagaimana keputusan tersebut merefleksikan sistem kepercayaan Anda (atau guru)?
3) Jika Anda mengajar suatu kelas, terus catat keputusan interaktif utama yang Anda pergunakan dalam pengajaran Anda selama beberapa minggu ke depan. Coba klasifikasikan keputusan tersebut menurut skema yang digunakan oleh Johnson atau dengan menggunakan skema Anda sendiri. Apakah Anda membentuk suatu pola tertentu dalam pengambilan keputusan Anda? Dengan cara bagaimanakah keputusan interaktif Anda mempengaruhi kualitas pengajaran Anda?
b. Tugas Perekaman
Jika Anda mengajar suatu kelas, rekam pelajaran Anda. Tinjau pelajaran tersebut dan buat catatan dari keputusan interaktif apapun yang Anda buat. Apa yang mendorong Anda membuat keputusan tersebut? Alternatif apa yang Anda pertimbangkan sebelum memilih rangkaian tindakan Anda? Dalam cara bagaimana keputusan yang Anda buat merefleksikan beberapa aspek dari sistem keyakinan Anda tentang belajar dan mengajar? Apakah Anda merasa keputusan Anda merupakan keputusan yang paling tepat? Mengapa?
Jika Anda mengamati sebuah kelas, mintalah ijin untuk merekam kegiatan kelas tersebut. Amati rekaman dan coba identifikasikan bagian utama pelajaran sehingga keputusan interaktif akan diperlukan. Keputusan apa yang dibuat dan mengapa? Apakah keputusan lain yang dapat guru buat pada setiap bagian?
c. Tugas Laporan Pelajaran
Jika Anda mengajar sebuah kelas, gunakan skema evaluasi seperti contoh, atau skema Anda sendiri, untuk mencatat keputusan evaluatif terhadap selama satu atau dua minggu. Aspek manakah dari pembelajaran Anda yang paling memuaskan? Aspek manakah yang Anda kira perlu dikembangkan?
d. Tugas Observasi Kelas
1) Rencanakan untuk mengamati pelajaran yang didalamnya guru mengajar dari rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Sebagaimana Anda mengamatinya, catat contoh di mana guru menyimpang dari rencana pelajaran. Setelah pelajaran, bicarakan dengan guru tentang informasi yang Anda peroleh. Keputusan interaktif apakah yang mendorong guru menyimpang dari rencana pelajaran?
2) Amati suatu pelajaran dan coba identifikasikan bagian dalam pelajaran tersebut di mana guru membuat keputusan interaktif. Uraikan keputusan yang Anda pikir guru buat dan mengapa dia membuat keputusan tersebut. Setelah pelajaran, sampaikan analisis Anda kepada guru tersebut. Apakah guru mengetahui telah membuat ragam keputusan interaksi yang lain? Pada bidang apakah keputusan yang Anda identifikasikan dapat diklasifikasikan menurut kategori yang digunakan oleh Johnson?
e. Tugas Observasi Teman Sekelas
Ajak rekan untuk mengamati satu dari pelajaran Anda dan coba mengidentifikasikan bagian utama dari pelajaran tersebut di mana keputusan interaktif terjadi. Setelah pelajaran, bicarakan informasi yang rekan Anda peroleh. Apakah pengamat memperoleh bagian-bagian dalam pelajari dimana Anda harus mengambil keputusan interaktif yang penting? Untuk keputusan rekan Anda dapat teridentifikasi dengan baik, akankah dia mengambil keputusan yang sama?

F. Simpulan
Dari uraian tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan.
1. Dalam proses pembelajaran diperlukan 3 bentuk keputusan yaitu keputusan perencanaan, keputusan antara (interaktif), dan keputusan evaluatif.
2. Keputusan perencanaan perlu dilakukan guru sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas
3. Keputusan interaktif (antara) perlu dilakukan guru manakala terjadi perubahan situasi pembelajaran (dinamika) pembelajaran
4. Keputusan evaluatif merupakan langkah final (setelah pembelajaran selesai).
5. Tindak lanjut pembelajaran perlu dilakukan sebagai bentuk refleksi dan review bagi seorang guru.


SUMBER PUSTAKA

Bloom, Benyamin S., et all. 1981. Evaluation in Improve Learning. New York: Mc. Graw Hill Book.

Pujiwati Suyoto dan Rohmini, 1997. Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia, Jakarta: Universitas Terbuka.

Richards Jack C. Dan Charles Lockhart, 1996. Reflective Teaching in Second Language Classrooms, Cambridge: University Press.
Roekhan dan Martutik, 2007. Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Dalam//www.ialf.edu/April. Peran guru. ac. id/ html. Diakses 20 Mei 2007.

Tidak ada komentar: