Selasa, 18 Mei 2010

MENGUPAS PUISI “POLIGAMI AWARD”

(ANALISIS KONTEKS, ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL)

A. Pendahuluan
1. Mengapa Puisi Ini Dipilih?
Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias atau imajinatif (Herman J. Waluyo, 2001 : 1). Puisi yang akan dijadikan objek kajian dalam analisis wacana ini adalah puisi “Poligami Award”, karya Anis MQ, yang termuat dalam buku kumpulan puisi Sang Pencinta (2005 : 47).
Menurut Djoko Pradopo (1999 : 12) mencipta puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang padat (liris dan ekspresif) sehingga bersifat sugestif dan asosiatif. Pemilihan puisi ini didasarkan atas alasan latar belakang penulisannya yang menarik dan makna yang dikandungnya dalam serta luas. Puisi ini merupakan sarana curahan jiwa sang penyair yang sangat merindukan keberadaan suaminya yang demikian lekat darinya, serta kerinduannya akan kasih sayang dan perhatian dari suaminya yang selama ini begitu bermakna dalam mengukir jiwa kesenimanannya. Juga sebagai bentuk kekagumannya pada sosok suami yang dengan tulus ikhlas membimbing, menuntun, melindungi, menyayangi, mendorong dan memotivasi, memberi kebebasan berekspresi lewat karya-karya puisi yang merdeka dari kungkungan ketidakpercayaan, serta memenuhi segala kebutuhan jiwa raganya.

2. Tentang Penulis
Penulis puisi Poligami Award, Anies MQ, sebagaimana penuturannya lewat pengantar kumpulan puisinya berjudul Sang Pencinta, sebagai berikut:
Saya bukanlah penulis, bukan pula penyair, apalagi sastrawan seperti mereka yang karya dan namanya sering terpampang di koran-koran. Saya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa, yang tidak pernah bergaul dan bersentuhan dengan dunia sastra. Tetapi menulis adalah kegemaran saya sejak kecil. Menulis, khususnya puisi saya lakukan sejak kecil sebagai hobby, sebagai sarana untuk meletupkan perasaan karena ketidakmampuan melawan keadaan.
Sebagai gadis kecil yang tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan keluarga santri tradisional di sebuah desa kecil di Jawa Timur, saya seperti tak kuasa menolak takdir yang hadir lewat aturan dan norma ketat yang dianut keluarga. Anies kecil tumbuh menjadi gadis yang selalu takut mengungkapkan perasaan. Tulisan menjadi ajang pemberontakan yang selama ini sulit diekspresikan. Berbeda dengan remaja masa kini yang bisa dengan bebas meledakkan isi hati dan perasaannya dalam ekspresi jiwa dan perilaku, saya sudah terlatih untuk menyimpan perasaan dengan rapi. Perasaan yang berkecamuk dalam dada: kasmaran, kebencian, kerinduan, semua saya pendam dalam-dalam.
Banyak teman dan kerabat dekat yang merasa heran, ketika tiba-tiba saja seorang Anies MQ memutuskan untuk menerbitkan buku kumpulan puisi ini. Keheranan dan rasa penasaran mereka justru semakin mendorong diri saya untuk mewujudkan impian lama yang selalu tertunda. Saya beruntung bahwa niat saya ini mendapatkan dukungan teman-teman dekat yang mahir di bidangnya.

3. Tentang Puisi “Poligami Award”
Puisi “Poligami Award” tercipta dalam waktu yang cukup singkat, seperti puisi-puisi lainnya yang tercipta dalam rentang waktu satu hari sampai dua minggu. Puisi ini merupakan luapan perasaan sang penyair atas cinta kasih dan kerinduannya pada sosok suami. Menurutnya puisi ini adalah gambaran kehidupannya, yang semenjak kecil kurang bebas dan perhatian serta kasih sayang keluarganya seperti pelukan yang hangat tetapi demikian membelenggunya, karena penulis terlahir dalam keluarga yang besar dan sangat berkecukupan. Beranjak remaja, penulis pergi meninggalkan orang tua dan sanak saudara, menuntut ilmu ke kota lain dan sekaligus menjalani kehidupan baru bersama suami tercintanya. Penulis hidup bersama suami yang menemani untuk berbagi cerita suka-duka, untuk berkeluh kesah dan meminta saran serta pendapat dalam menghadapi berbagai problema kehidupan. Dari latar belakang itulah, tercipta sebuah puisi, yang mempunyai makna demikian dalam serta melukiskan kerinduan seorang istri yang selama ini terselimuti belaian kasih sayang suami yang sangat dikasihinya.
Kata-kata yang terdapat dalam puisi ini memakai perumpamaan poligami award yang digambarkan mempunyai makna kontradiktif dari harapan seorang istri dan suami yang saling setia. Tetapi panggilan jiwa dan nuraninya mengatakan bahwa istri yang ingin mendapatkan akhirat yang baik dan kekal harus dengan rela dan ikhlas untuk berbagi suami dengan wanita lain. Ini perumpamaan dari hubungan dua orang insan, lelaki dan perempuan yang mempunyai “ikatan batin yang dalam serta cinta yang tulus sampai maut memisahkan”.

B. Analisis Konteks
1. Analisis Konteks Sosial Budaya
Poligami Award merupakan pengandaian dari suami dan istri yang terselimuti oleh indahnya kesetiaan. Hubungan dua insan ini adalah suatu hal yang sangat hakiki dan manusiawi. Istri merupakan belahan jiwa, perempuan diceritakan berasal dari tulang rusuk lelaki. Hal ini menggambarkan kuatnya perasaan dan kasih sayang di antara mereka.
Seorang istri, merupakan tambatan cinta dan kasih dari seorang suami yang terpatri pada jiwanya secara kodrati. Ini dapat dilihat dari baris puisi

Adakah di sudut hatimu(7)
Secerah senyum di bibirmu(8)
Menebar pesona, di antara taman sarimu(9),

maka seorang perempuan atau istri dalam keluarga, yang memberikan kasih sayang dan perhatian kepada suaminya, ini menunjukkan bahwa wanita tersebut melakukan fungsinya sebagai pendamping. Istri yang telah mengurus rumah tangga, mengandung, melahirkan dan membesarkan serta mendidik anaknya hingga menjadi dewasa.

2. Analisis Konteks Situasi
Analisis konteks situasi di sini difokuskan pada konteks fisik. Konteks fisik ini meliputi empat, waktu, dan objek atau topik yang dibicarakan. 1) suami yang menjadi objek dalam puisi ini berada dalam pandangan istri, 2) waktu yang diungkapkan dalam puisi ini berlangsung sejak sang suami segar dan mekar sampai mejadi layu, atau dari musim panas sampai tibanya musim hujan, dan 3) objek atau topik yang dibicarakan dalam puisi ini adalah hubungan antara istri dengan suami, serta lelaki dan perempuan yang menggunakan perumpamaan poligami award yang berlaku secara sah, meresahkan kaum wanita, tetapi menantang mereka untuk berani menunjukkan tentang keberadaannya.

C. Analisis Aspek Gramatikal Wacana
Analisis wacana puisi dari aspek gramatikal atau kohesi gramatikal ini meliputi pengacuan (referensi), pelesapan (elipsis) dan perangkaian (konjungsi).

1. Pengacuan Referensi
Pengacuan (referensi) merupakan salah satu jenis aspek gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahului atau mengikutinya (Sumarlam, ed., 2003: 23). Pengacuan dalam puisi ini mencakup pengacuan persona dan pengacuan demonstratif yang terdiri atas pronominal demonstratif tempat (lokasional) dan pronominal demonstartif waktu (temporal).

a. Pengacuan Persona
Pengacuan persona mengacu pada persona pertama, kedua, dan ketiga, dalam bentuk bebas maupun terikat. Hal itu dapat diperhatikan pada baris-baris puisi berikut ini

Poligami Award
karya Anis MQ

Senyummu(1) merekah
Renyah
Tergambar penuh anugerah
Berbahagialah,
Tidak semua laki-laki
Bisa sepertimu(2)
Tidak semua wanita
Bisa seperti istrimu(3)
Kau (4)genggam kebanggaan
Dalam award yang kau(5) tawarkan
Kau(6) tunjukkan pada awam
Salah satu jalan menuju kesuksesan
Adakah di sudut hatimu(7)
Secerah senyum di bibirmu(8)
Menebar pesona, di antara taman sarimu(9)
Indahnya saat ini
Membuat beberapa laki-laki iri
Membuat beberapa wanita ngeri
Karena award poligami
Dalam ketidak habis pikirku
Hatiku bertanya: ”Mengapa yang mendapat award
bukan istri pertama?”
(Yang ’rela’ dimadu, bahkan kadang hingga beberapa kali)

Pada pronomina – mu (1,2,3 dan 7,8,9) terdapat kaitan langsung dengan kau - (4,5 6) yang mempersonakan tokoh suami sebagai orang kedua tunggal.

b. Pengacuan Demonstratif
Di dalam puisi ini ditemukan pronominal demonstratif tempat (lokasional) yang mengacu pada tempat secara eksplisit, seperti tampak pada baris puisi berikut:
Adakah di sudut hatimu
Secerah senyum di bibirmu
Menebar pesona, di antara taman sarimu

2. Pelesapan (Elipsis)
Dalam aspek gramatikal, ditemukan suatu jenis pelesapan (elipsis) yang berupa penghilangan unsur tertentu berupa kata, frasa, atau klausa, yang telah disebutkan sebelumnya, berupa kata, frasa, atau klausa (Sumarlam.,ed.,2003:30). Hal ini dapat dilihat pada baris-baris puisi berikut:
Senyummu(1) merekah
Senyummu(2)Renyah
Senyummu(3)Tergambar penuh anugerah

Tanpa menyebut contoh lain, dapat diidentifikasi bahwa senyummu pada baris ke dua dan ke tiga sengaja dihilangkan, karena selain untuk kepentingan praktis, penglihangan kedua kata tersebut tidak mengubah makna.

3. Perangkaian (Konjungsi)
Perangkaian (konjungsi) adalah salah satu jenis aspek gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan, dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik atau pemarkah disjungtif (Sumarlam, ed.,2003:32). Berikut ini perangkaian yang terdapat dalam baris-baris puisi “Poligami Award”

Karena award poligami
Dalam ketidak habis pikirku
Hatiku bertanya: ”Mengapa yang mendapat award
bukan istri pertama?”
(Yang ’rela’ dimadu, bahkan kadang hingga beberapa kali)

Kata karena pada kalimat pertama merupakan penghubung yang menyatakan sebab, sedangkan kata bahkan menyatakan hubungan penguatan.

D. Analisis Aspek Leksikal Wacana
Analisis wacana dalam puisi ini dari aspek leksikal meliputi repetisi (perulangan), antonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata), dan hiponimi (hubungan atas-bawah).

1. Repetisi (Perulangan)
Repetisi atau perulangan merupakan salah satu jenis aspek leksikal yang berupa perulangan unsur wacana (kata, frasa, kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Repetisi dalam puisi ini, mencakup repetisi epifora, repetisi mesodiplosis, dan repetisi penuh.
Repetisi epifora, dapat dilihat dalam baris-baris puisi berikut ini:

Senyummu(1) merekah
Bisa sepertimu(2)
Bisa seperti istrimu(3)

Repetisi anafora, dapat dilihat dalam baris-baris puisi berikut ini:

Kau (4)genggam kebanggaan
Dalam award yang kau(5) tawarkan
Kau(6) tunjukkan pada awam

a. Repetisi Mesodiplosis, terdapat dalam baris-baris puisi berikut ini:
Adakah di sudut hatimu
Secerah senyum di bibirmu
Menebar pesona, di antara taman sarimu

b. Repetisi Penuh, dapat dilihat dalam baris puisi berikut ini:
Tidak semua laki-laki
Bisa sepertimu
Tidak semua wanita
Bisa seperti istrimu

2. Antonimi (Lawan Kata)
Antonimi atau lawan kata merupakan salah satu jenis aspek leksikal yang dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain, atau satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain (Sumarlam,ed.’ 2003:39). Antonimi dalam puisi ini, meliputi oposisi kutub, oposisi hubungan, dan oposisi hirarkial.

a. Oposisi Kutub, termuat dalam baris-baris puisi berikut:
Tidak semua laki-laki
Bisa sepertimu
Tidak semua wanita
Bisa seperti istrimu

b. Oposisi Hubungan
Indahnya saat ini
Membuat beberapa laki-laki iri
Membuat beberapa wanita ngeri

c. Oposisi Hirarkial, tampak pada baris puisi berikut:

Membuat beberapa wanita ngeri
Karena award poligami
Dalam ketidak habis pikirku
Hatiku bertanya: ”Mengapa yang mendapat award
bukan istri pertama?”

3. Kolokasi (Sanding Kata)
Kolokasi atau sanding kata merupakan salah satu jenis aspek leksikal, yang dapat diartikan sebagai asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan (Sumarlam.,ed.,2003: 43). Berikut ini contoh kolokasi yang terdapat dalam puisi “Poligami Award”.

Salah satu jalan menuju kesuksesan
Adakah di sudut hatimu
Secerah senyum di bibirmu
Menebar pesona, di antara taman sarimu

dalam teks ini yang dibicarakan mengenai hubungan hati, bibir, dan taman sari

4. Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah)
Hiponimi atau hubungan atas-bawah merupakan salah satu jenis aspek leksikal yang berupa satuan bahsa yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain (Sumarlam 2003: 43). Hiponimi dalam puisi, dapat dilihat pada baris-baris berikut:

Tidak semua wanita
Bisa seperti istrimu

Antara kata wanita dan istri terdapat hubungan atas-bawah, yakni wanita sebagai hiponim dari kata istri

E. Simpulan
Anies MQ adalah penyair yang karyanya dianggap membawa keunikan dan kesegaran tersendiri dalam dunia sastra Indonesia. Puisinya mudah dibaca karena bahasanya yang terang dan lancar.
Puisi “Poligami Award” yang diciptakan oleh Anies MQ ini dimuat dalam buku kumpulan puisi Sang Pencinta, menceritakan tentang pengalaman pribadi sang penyair, yang merasa rindu akan sosok suami yang selama ini selalu lekat darinya.
Analisis konteks puisi ini mencakup analisis sosial budaya yang menggunakan perumpamaan poligami award untuk menggambarkan hubungan lelaki dan perempuan (suami-istri) yang sangat manusiawi dan hakiki. Juga mencakup analisis konteks situasi, yang difokuskan pada konteks fisik yang meliputi 1) tempat, yakni dipojok halaman, 2) waktu, yakni dari suami – istri sampai poligami, dan 3) objek atau topik yang dibicarakan adalah poligami award.
Analisis wacana puisi ini mencakup analisis aspek gramatikal wacana dan analisis aspek leksikal wacana. Analisis aspek gramatikalnya, meliputi pengacuan atau referensi (pengacuan persona, penbgacuan demonstratif: pronominal demonstratif waktu), pelesapan atau ellipsis, dan perangkaian atau konjungsi.
Analisis aspek leksikalnya, meliputi repetisi atau perulangan (repetisi anaphora, repetisi mesodiplosis, dan repetisi penuh), antonimi atau lawan kata (oposisi kutub, oposisi hubungan, oposisi hirarkial), kolokasi atau sanding kata, dan hiponimi atau hubungan atas-bawah.






Daftar Pustaka

Anis MQ, 2005. Sang Pencinta, Yogyakarta: Jogja Global Media

Herman J. Waluyo. 2002. Apresiasi Puisi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Linus Suryadi, Ag. 1987. Tonggak 4, Antologi Puisi Indonesia Modern. Jakarta : PT Gramedia.

Rachmad Joko Pradopo. 1999. Pengkajian Puisi Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotic. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sumarlam, Ed. 2003. Teori Dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.

Tidak ada komentar: