Rabu, 19 Mei 2010

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN MEMBACA DI SMA

( Sebuah Telaah Teoretis)

A. Pendahuluan
Ketika membaca berbagai buku tentang keterampilan membaca, saya mendapatkan informasi menarik dari sebuah buku berjudul Quantum Reading tulisan Hernowo[1]. Salah satu informasi penting adalah makna quantum adalah “interaksi yang mengubah energi menjadi pancaran cahaya yang dahsyat”. Selanjutnya disebutkan bahwa dalam konteks belajar, quantum dapat dimaknai sebagai interaksi yang terjadi dalam proses belajar niscaya mampu mengubah pelbagai potensi yang ada di dalam diri manusia menjadi pancaran atau ledakan-ledakan gairah (dalam memperoleh hal-hal baru) yang dapat ditularkan kepada orang lain. Membaca dan menulis adalah salah satu bentuk interaksi dalam proses belajar.
Tulisan tersebut hendak menjelaskan bahwa dengan membaca, seseorang akan mengalami perubahan besar dalam hidupnya dan dengan belajar, kita dapat mengembangkan potensi diri dan berguna bagi orang lain. Membaca dan belajar menjadi kata kunci yang harus didahulukan penggarapannya, sehingga ketika keduanya dianggap menjadi permasalahan serius, maka harus segera dicarikan jalan pemecahannya.
Pengalaman di lapangan selalu melukiskan bahwa membaca belum menjadi kebiasaan baik bagi sebagian besar masyarakat (termasuk kalangan pendidikan seperti guru dan siswa). Pada sisi lain timbul semacam opini yang berkembang pada kalangan masyarakat secara luas bahwa belajar identik dengan membaca, hingga seolah-olah kegiatan belajar akan menjadi kurang bermakna tanpa kehadiran sebuah buku.
Ilustrasi ini kiranya penting untuk dijadikan wacana pembanding “Theodore Roosevelt membaca tiga buku dalam sehari selama di Gedung Putih. John F. Kennedy mempunyai kecepatan membaca 1000 kpm (kata per menit). Sementara Jimmy Carter, Indira Gandhi, Marshall Mc. Luhan dan Burt Lancaster hanyalah sedikit dari nama-nama tekenal yang mengakui manfaat membaca cepat bagi kemajuan karier mereka”.
Dengan demikian semua konsentrasi tercurah untuk menciptakan kegiatan membaca dan belajar dengan mengupayakan ketersediaan berbagai buku yang berkualitas, menarik, cepat dipahami, dan terjangkau. Dengan demikian diharapkan akan terjadi perubahan dengan cepat pada masyarakat, yakni dari masyarakat yang kurang memiliki minat baca (termasuk belajar), menjadi masyarakat yang gemar membaca dan maju sejalan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam skala global.
B. Permasalahan
Ada sedikitnya 7 (tujuh) permasalahan dalam pembelajaran membaca di sekolah termasuk di dalamnya SMA.
1. Bagaimana meningkatkan keterampilan membaca cepat pada diri siswa.
2. Bagaimana menumbuhkan kemampuan membaca ekstensif.
3. Bagaimana melatih keterampilan membaca memindai.
4. Bagaimana mengembangkan kemampuan membaca teknik (berita dan teks pidato).
5. Bagaimana menumbuhkan minat membaca apresiasi sastra
6. Bagaimana membandingkan berbagai nilai karya sastra, dan
7. Bagaimana mengembangkan keterampilan membaca puisi.
C. Tujuan
Dengan memperhatikan permasalahan pembelajaran membaca di SMA yang (secara umum) mencakupi tujuh pokok permasalahan tersebut, maka tujuan pembelajaran membaca di SMA dapat dirumuskan. Berikut adalah tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran mebaca di SMA.
1. Meningkatkan keterampilan membaca cepat pada diri siswa.
2. Menumbuhkan kemampuan membaca ekstensif.
3. Meningkatkan keterampilan membaca memindai.
4. Mengembangkan kemampuan membaca teknik (berita dan teks pidato).
5. Menumbuhkan minat membaca apresiasi sastra.
6. Membandingkan berbagai nilai karya sastra, dan
7. Mengembangkan keterampilan membaca puisi.
D. Pembahasan
Berbagai kegiatan telah dilakukan pemerintah bersama masyarakat, untuk menjawab permasalahan “bagaimana menumbuhkembangkan minat dan kemampuan membaca pada diri siswa”. Berbagai seminar, diskusi intensif, dan kegiatan ilmiah yang memfokuskan pembahasan pada permasalahan membaca telah digelar dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut. Bahkan telah dicanangkan sebuah kampanye “Ayo Giat Membaca”, yang dimotori oleh Pusat Pengembangan Bahasa.
Dalam mewujudkan tujuan di atas, sekolah perlu melakukan kegiatan nyata.
1. Meningkatkan keterampilan membaca cepat pada diri siswa
Kecepatan Efektif Membaca (KEM) merupakan perpaduan dari kemampuan motorik (gerakan mata) atau kemampuan visual dengan kemampuan kognitif seseorang dalam membaca. KEM merupakan perpaduan antara kecepatan membaca dan pemahaman isi bacaan. Dengan demikian KEM merupakan cermin kemampuan membaca yang sesungguhnya. Para ahli di Amerika mengolongkan rentang KEM ideal sebagai berikut.
SD 140 kpm
SMP 140 – 175 kpm
SMA 175 – 245 kpm
PT 245 – 280 kpm
Rumus KEM:
Jml kata X Jml benar
Waktu baca Skor ideal

Catatan: Kpm = kata per menit
Secara umum, tingkat penguasaan membaca dapat digolongkan sebagai berikut: kurang dari 70% tergolong rendah, antara 70 dan 80 % tergolong sedang, dan di atas 80% tergolong tinggi.
2. Menumbuhkan kemampuan membaca ekstensif
Para siswa dibiasakan untuk membaca apa saja, tanpa harus membedakan jenis bacaan yang mereka konsumsi. Bahkan bacaan ringan yang berisi hiburan pun direkomendasikan untuk dibaca dalam rangka mengembangkan minat dan kemampuan membaca.
3. Meningkatkan keterampilan membaca memindai
Membaca memindai dilatih dengan menyediakan berbagai bacaan berbentuk daftar seperti kamus, katalog buku, daftar indeks, buku telepon, dan lain-lain. Bacaan-bacaan tersebut memungkinkan siswa untuk berkembang kemampuannya dalam membaca memindai.
4. Mengembangkan kemampuan membaca teknik (berita dan teks pidato)
Kemampuan membaca teknik diperoleh dengan banyak praktik dan unjuk kerja, oleh karenanya kegiatan menyimak/mendengarkan berita dan memgekspresikan kembali isi berita perlu dikembangkan oleh guru di kelas.
5. Menumbuhkan minat membaca apresiasi sastra
Apresiasi menyangkut penikmatan dan pemahaman terhadap karya sastra. Penikmatan dan pemahaman itu dilakukan untuk menumbuhkan penghargaan terhadap karya sastra.
Pemahaman terhadap karya sastra dapat dilakukan secara intrinsik dan ekstrinsik. Pemahaman secara intrinsik berarti pemahaman melalui unsur intrinsik karya sastra: untuk puisi meliputi tema, tipografi, nada dan suasana, dan gaya bahasa; untuk prosa meliputi tema, penokohan, alur, setting, sudut pandang, dan gaya bahasanya; dan untuk drama meliputi tema, penokohan, konfik, alur, setting, dialog, dan konflik. Pemahaman secara ekstrinsik berarti pemahaman terhadap karya sastra melalui sesuatu yang ada di luar karya sastra tersebut, seperti biografi pengarang, seni lain, ilmu lain, atau kondisi sosial masyarakatnya.
Baik pemahaman secara intrinsik maupun secara ekstrinsik menuntut adanya pertemuan langsung antara apresiator dan karya sastra. Pengalaman langsung bergaul dengan karya sastra itulah yang akan menumbuhkan rasa senang atau bahkan sampai menghargai karya sastra.
6. Membandingkan berbagai nilai karya sastra
Dalam era globalisasi yang menuntut persaingan serba ketat ini, kesempatan dan keinginan siswa untuk membaca buku-buku sastra relatif berkurang. Mereka dihadapkan pada permasalahan-permasalahan kehidupan yang semakin rumit dan membingungkan. Karena itu menjadi kewajiban sekolah khususnya guru untuk menghadirkan berbagai bacaan sastra di sekitar siswa. Dengan banyaknya bacaan sastra ini, diharapkan kemampuan siswa dalam hal membandingkan nilai-nilai dalam karya sastra akan meningkat.
7. Mengembangkan keterampilan membaca puisi
Ada tiga koponen dalam pembacaan puisi, yaitu penghayatan, vokal, dan penampilan. Ketiga komponen ini jugalah yang menjadi kriteria dalam penilaian pembacaan puisi. Meskipun ketiga komponen tersebut sama-sama penting, komponen penghayatan boleh dikatakan yang paling penting. Jika dalam lomba baca puisi ada peserta yang jumlah keseluruhan nilainya sama, maka peserta yang komponen penghayatannya lebih tinggilah yang akan menjadi pemenangnya.
Selain itu, untuk mencapai tujuan pembelajaran membaca khususnya di SMA telah dirumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar membaca (secara umum) sebagai berikut:

Kelas X

Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1. Memahami berbagai teks bacaan nonsastra dengan berbagai teknik membaca
1. Menemukan ide pokok berbagai teks nonsastra dengan teknik membaca cepat (250 kata/menit)
2. Mengidentifikasi ide teks nonsastra dari berbagai sumber melalui teknik membaca ekstensif
2. Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan cerpen
1. Membacakan puisi dengan lafal, nada, tekanan, dan intonasi yang tepat
2. Menganalisis keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-hari
3. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca memindai
1. Merangkum seluruh isi informasi teks buku ke dalam beberapa kalimat dengan membaca memindai
2. Merangkum seluruh isi informasi dari suatu tabel dan atau grafik ke dalam beberapa kalimat dengan membaca memindai
4. Memahami sastra Melayu klasik

1. Mengidentifikasi karakteristik dan struktur unsur intrinsik sastra Melayu klasik
2. Menemukan nilai-nilai yang terkandung di dalam sastra Melayu klasik

Kelas XI
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan membaca nyaring
1. Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui kegiatan membaca intensif
2. Membacakan berita dengan intonasi, lafal, dan sikap membaca yang baik
2. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan
1 Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat
2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan
3. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca cepat dan membaca intensif
1. Mengungkapkan pokok-pokok isi teks dengan membaca cepat 300 kata per menit
2. Membedakan fakta dan opini pada editorial
dengan membaca intensif
4. Memahami buku biografi, novel dan hikayat
1. Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh
2. Membandingkan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan dengan hikayat

Kelas XII

Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1. Memahami artikel dan teks pidato
1. Menemukan ide pokok dan permasalahan dalam artikel melalui kegiatan membaca intensif
2. Membaca nyaring teks pidato dengan intonasi yang tepat
2. Memahami wacana sastra puisi dan cerpen
1. Membacakan puisi karya sendiri dengan lafal, intonasi, penghayatan dan ekspresi yang sesuai
2. Menjelaskan unsur-unsur intrinsik cerpen
3. Memahami ragam wacana tulis melalui kegiatan membaca cepat dan membaca intensif
1. Menemukan ide pokok suatu teks dengan membaca cepat 300-350 kata per menit
2. Menentukan kalimat kesimpulan (ide pokok) dari berbagai pola paragraf induksi, deduksi dengan membaca intensif

Dengan melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut diharapkan permasalahan di atas dapat diatasi dan tujuan pun dapat dicapai dengan optimal.

E. Penutup
Membaca merupakan keterampilan yang bersifat reseptif. Pernyataan ini sudah berlangsung sangat lama, yaitu ketika para ahli “sepakat” membagi keterampilan berbahasa menjadi empat, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis; dengan pembagian menyimak dan membaca sebagai keterampilan yang bersifat reseptif, sedangkan berbicara dan menulis sebagai keterampilan yang bersifat produktif. Sejalan dengan pandangan tersebut, keterampilan menyimak dan membaca selalu diartikan sebagai keterampilan yang ditakdirkan untuk menerima saja. Menyimak diartikan sebagai kegiatan menerima informasi dari sesuatu yang didengarkan, sedangkan membaca diartikan sebagai kegiatan menerima informasi dari bacaan.
Kalau hanya menggunakan paradigma tersebut, lalu bagaimana kita harus mengartikan aktivitas membaca puisi dan membaca berita? Benarkah aktivitas tersebut semata-mata merupakan aktivitas “menerima”? Atau, kalau aktivitas tersebut dikategorikan sebagai “membacakan”, harus kita masukkan ke dalam keterampilan membaca atau berbicara?
Persoalan itu masih dapat didiskusikan. Namun, dalam tulisan ini saya akan melihat aktivitas membaca sebagai aktivitas berkomunikasi, baik membaca dalam pengertian reseptif maupun membaca dalam pengertian membacakan. Sebagai proses komunikasi, empat unsur utama yang terdiri atas pengirim pesan, penerima pesan, pesan itu sendiri, dan sarana yang digunakan menjadi penting untuk kita perhatikan, lebih penting dari sekadar menggolongkan keterampilan berbahasa menjadi keterampilan yang bersifat reseptif maupun produktif.
Kurikulum yang baru, KTSP, sudah memperlihatkan berbagai aspek dalam membaca. Kebaruan dan keanekaragaman tersebut haruslah kita sikapi secara tepat, termasuk dalam pembelajarannya.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pembelajaran membaca, selain menggunakan pendekatan komunikatif, juga harus menggunakan pendekatan apresiatif. Hal ini terutama berkaitan dengan membaca sastra, selain bersifat reseptif, juga ada yang bersifat produktif.












DAFTAR BACAAN

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Depdiknas.

________2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas.

Harjasujana, Akhmad Slamet dan Yeti Mulyati. 1996/1997. Membaca 2. Jakarta: Depdiknas.

Hernowo, ed. 2005. Quantum Reading, Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Membaca, Bandung: MLC.

Nurhadi. 1989. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca? Bandung: Sinar Baru.

Oka, I Gusti Ngorah. Tanpa tahun. Pengantar Membaca dan Pengajarannya. Surabaya: Usaha Nasional.

Tampubolon, D.P. 1990. Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung: Angkasa.
[1] Koordinator Mizan Writing Society (Masyarakat Tulis Mizan-MTM) yang dibentuk April 2003.

Tidak ada komentar: