Rabu, 19 Mei 2010

PEMEROLEHAN BAHASA ANAK USIA 1 – 3 TAHUN

(sebuah penelitian)

ABSTRAK

Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Selain sebagai medium untuk melakukan tindakan, bahasa juga berfungsi sebagai cerminan budaya penuturnya. Bahasa adalah sumber kehidupan dan kekuatan. Bahasa dapat mengontrol perilaku, merealisasikan tindakan dan mengubah situasi. Bahasa adalah lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan dalam komunikasi dan memungkinkan orang-orang dari latar belakang budaya berbeda dapat berinteraksi. (Oktavianus, 2006:2).
Pemerolehan bahasa pada anak usia 1 – 3 tahun merupakan proses yang bersifat fisik dan psikhis. Secara fisik, kemampuan anak dalam memproduksi kata-kata ditandai oleh perkembangan bibir, lidah, dan gigi mereka yang sedang tumbuh. Pada tahap tertentu pemerolehan bahasa (kemampuan mengucapkan dan memahami arti kata juga tidak lepas dari kemampuan mendengarkan, melihat, dan mengartikan simbol-simbol bunyi dengan kematangan otaknya. Sedangkan secara psikhis, kemampuan memproduksi kata-kata dan variasi ucapan sangat ditentukan oleh situasi emosional anak saat berlatih mengucapkan kata-kata. Anak-anak yang mendapatkan bimbingan dan dorongan moral yang sangat kuat akan memperoleh kata-kata yang banyak dan bervariasi dibandingkan anak-anak lainnya. Makalah ini menguraikan secara singkat dan sederhana proses pemerolehan bahasa tersebut secara pragmatis dan memaparkan beberapa contoh ucapan anak untuk fonem-fonem tertentu yang secara umum mengalami kesulitan dalam pengucapan (ditinjau secara fonologis).
Dari berbagai macam keuniversalan serta proses pemerolehan seperti yang baru saja digambarkan tampak bahwa pemerolehan bahasa seorang anak berkaitan erat dengan keuniversalan bahasa. Bahkan keterkaitan ini lebih menjurus lagi dalam arti bahwa ada elemen-elemen bahasa yang urutan pemerolehannya bersifat universal absolut, ada yang universal statistikal, dan ada pula yang universal implikasional. (Soenjono Dardjowidjojo : 21)

Kata kunci : pemerolehan bahasa, pragmatis, fonologis

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Berkaitan dengan pola pengucapan oleh anak-anak pada umumnya, perlu diperhatikan beberapa persamaan dan perbedaan untuk beberapa vokal dan konsonan tertentu. Pengucapan kata berdasarkan sistem tanda (simbol) ini dipelajari oleh cabang ilmu bahasa yang disebut fonologi. Sebagaimana dijelaskan oleh Kushartanti, ilmu tentang bunyi pada umumnya disebut fonetik; bunyi bahasa diteliti dan diuraikan dalam fonologi atau fonemik. Ilmu atau sistem tentang makna disebut semantik. Leksikon, gramatika, dan fonologi sebagai tiga bagian dari struktur bahasa menyangkut segi makna dan segi bunyi dari bahasa; oleh sebab itu juga mempunyai aspek semantis dan aspek fonetis. Subsistem fonologi atau struktur fonologis mencakup segi-segi bunyi bahasa, baik yang bersangkutan dengan ciri-cirinya (yang diteliti oleh fonetik), maupun yang bersangkutan dengan fungsinya dalam komunikasi (Kushartanti, 2005:7).
Kemampuan berbahasa anak ditentukan oleh masa pertumbuhan yang sangat potensial yakni dalam kisaran usia 0 sampai dengan 11 tahun (catatan kuliah Prof. Kunardi, dalam mata kuliah Pemerolehan Bahasa). Hal ini belum banyak dipahami oleh para orang tua, sehingga belum banyak orang tua yang memberikan perlakuan khusus kepada anak-anaknya dalam hal belajar bahasa. Kekurangpahaman orang tua tentang waktu efektif mempelajari bahasa ini, menyebabkan beberapa keterlambatan pemerolehan bahasa anak dibandingkan sebayanya. Pada pengucapan fonem tertentu, anak mengalami kesulitan, meskipun pada akhirnya mereka akan mampu mengucapkan fonem yang dimaksud.
Secara praktis, timbul kendala awal dalam pengucapan kata-kata tertentu, misal pengucapan fonem r (getar), yang bahkan pada kasus tertentu, sampai tua pun ada orang yang mengalami kesulitan mengucapkan fonem tersebut. Mestinya hal tersebut tidak perlu terjadi jika orang tua secara sadar dan kontinyu melatihkan pengucapan fonem getar kepada anak-anak mereka pada usia dini. Sedangkan secara teoretis, pemahaman makna kata oleh anak sangat dipengaruhi kemampuan memori dalam otaknya yang masih jernih dan belum terkontaminasi oleh permasalahan-permasalahan lain dalam kehidupannya. Sebagaimana dijelaskan, ada keterkaitan yang erat antara perkembangan bahasa seorang anak dengan pertumbuhan neurologi maupun biologinya. (Soenjono Dardjowidjojo : 4)
Sebuah penelitian menggambarkan bahwa pada usia 0 – 11 tahun, kemampuan anak untuk menyerap (mengucapkan dan memahami makna kata) sangat luar biasa, sedangkan masa sesudah itu, perkembangan kemampuan kembali ke irama dan tempo yang normal (tidak terlalu cepat).
Makalah ini mencoba mencirikan pemerolehan bahasa anak secara dini dengan maksud agar pembaca (khususnya orang tua anak) memiliki pengetahuan awal dalam membantu anak-anak mereka mendapatkan kemampuan secara optimal. Secara khusus makalah ini juga menandai berbagai ucapan yang dikaitkan dengan kemampuan alat ucap anak, terutama kata-kata yang mengandung fonem l, r, w, dan y.

2. Rumusan Masalah
Oleh karena keterbatasan kesempatan melakukan penelitian secara terstruktur, pada makalah ini hanya dirumuskan beberapa masalah berdasarkan pengalaman langsung penulis ketika melihat pertumbuhan kebahasaan anak di sekitar penulis. Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
a. Adakah kesamaan kemampuan anak dalam mengucapkan kata-kata tertentu?
b. Siapa yang paling berperan dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak?
c. Bagaimana upaya terbaik dalam mengembangkan kemampuan awal kebahasaan anak ini?
d. Mengapa kemampuan kebahasaan anak ini perlu dipersiapkan secara dini?

3. Tujuan
Tulisan ini bermaksud menelaah secara kasuistis ucapan-ucapan anak pada usia 1 – 3 tahun dan dikaitkan dengan permasalahan pemerolehan bahasa anak secara keseluruhan. Dengan demikian tulisan sederhana ini memberikan orientasi kepada pembaca, khususnya para orang tua yang sedang mengembangkan kebahasaan anak pada usia dini (balita).

4. Manfaat
Tulisan ini diharapkan memberikan sumbangsih yang berarti bagi pembaca khususnya para orang tua, yang karena kesibukan dan tugas kesehariannya harus menyerahkan pengasuhan anaknya kepada baby sitter. Bagi penulis dan dunia pendidikan tulisan ini diharapkan menjadi wacana untuk dikaji demi kemajuan perkembangan bahasa pada waktu mendatang.

5. Landasan Teori.
a. Komponen bahasa
Komponen bahasa meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan pragmatik. Karenanya kemampuan berbahasa anak juga berkait erat dengan kelima komponen tersebut. Pengetahuan bahasa, atau pengetauan apa pun tidak dapat diproleh secara nativistik (kodrati) atau berdasarkan empirikal atau lingkungan saja (Soenjono Dardjowidjojo : 10).

b. Keuniversalan dan Pemerolehan Bunyi
Dalam kaitan antara konsep universal dengan pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan fonologis, Jakobson dan Clark and Clark (dalam Soenjono Dardjowidjojo : 21), mengemukakan adanya keuniversalan dalam bunyi-bunyi pada bahasa itu sendiri serta urutan pemerolehannya.

c. Pengembangan Potensi
Potensi anak perlu dikembangkan seoptimal mungkin, agar mereka dapat memperoleh kehidupan yang baik. Sebagaimana diungkapkan Utami Munandar (2003 : 21), manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa telah dilengkapi dengan berbagai potensi dan kemampuan. Potensi itu pada dasarnya merupakan anugerah kepada manusia yang semestinya dimanfaatkan dan dikembangkan, serta jangan disia-siakan. Peserta didik (anak) yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (termasuk bahasa), sebagaimana anak pada umumnya, juga mempunyai kebutuhan pokok dan keberadaannya (eksistensinya). Apabila kebutuhan pokoknya tidak terpenuhi, mereka akan menderita kecemasan dan keragu-raguan. Jika potensi mereka tidak dimanfaatkan, mereka walaupun potensial akan mengalami kesulitan.

B. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah kajian pustaka atau study literer, dengan mendasarkan pengembangan wacana beradasarkan pengamatan langsung terhadap objek dan berdasarkan pencatatan proses pemerolehan bahasa anak pada usia tertentu (1 sampai 3 tahun).
.
C. Hasil Pengkajian dan Pembahasan
1. Hasil pengumpulan data
Beberapa ucapan anak pada saat mereka di bawah 3 tahun berikut, bisa dianalisis berdasarkan perkembangan fisik dan psikis penuturnya. Sebagaimana terurai pada tabel berikut.
1
Eki Febrian
23-Jan-04
lampu
lucu
alis
2
Fitria
21-Nov-04
lampu
lutu
alis
3
Fadhilah Dzikri Arian
16-Dec-04
lapu
lucu
alis
4
Natalia Cintya Putri Raharjo
29-May-05
ampu
lucu
alis
5
Alena Nathania
4-Mar-05
lampu
lucu
alis

1
Eki Febrian
23-Jan-04
guling
mobil
bantal
2
Fitria
21-Nov-04
guling
mobil
bantal
3
Fadhilah Dzikri Arian
16-Dec-04
guling
mobil
bantal
4
Natalia Cintya Putri Raharjo
29-May-05
guling
mobil
bantal
5
Alena Nathania
4-Mar-05
guling
mobi
banta

1
Eki Febrian
23-Jan-04
loti
lambut
pelmen
2
Fitria
21-Nov-04
roti
rambut
remen
3
Fadhilah Dzikri Arian
16-Dec-04
loti
lambut
pemen
4
Natalia Cintya Putri Raharjo
29-May-05
oti
ambut
emen
5
Alena Nathania
4-Mar-05
toti
tambut
pemen

1
Eki Febrian
23-Jan-04
jeluk
anggul
segal
2
Fitria
21-Nov-04
jorok
anggur
segar
3
Fadhilah Dzikri Arian
16-Dec-04
jeluk
anggul
segal
4
Natalia Cintya Putri Raharjo
29-May-05
jeuk
anggung
segal
5
Alena Nathania
4-Mar-05
juluk
anggu
cega
1
Eki Febrian
23-Jan-04
waduk
wajib
awan
2
Fitria
21-Nov-04
waduk
wajib
awan
3
Fadhilah Dzikri Arian
16-Dec-04
waduk
wajib
awan
4
Natalia Cintya Putri Raharjo
29-May-05
waduk
wajib
awan
5
Alena Nathania
4-Mar-05
waduk
wajib
awan

1
Eki Febrian
23-Jan-04
iwak
yakin
yahut
2
Fitria
21-Nov-04
iwak
yakin
yaut
3
Fadhilah Dzikri Arian
16-Dec-04
iwak
yakin
yahut
4
Natalia Cintya Putri Raharjo
29-May-05
iwak
yakin
yahut
5
Alena Nathania
4-Mar-05
iwak
yakin
yahut

1
Eki Febrian
23-Jan-04
bayam
kayu

2
Fitria
21-Nov-04
bayam
kayu

3
Fadhilah Dzikri Arian
16-Dec-04
bayam
kayu

4
Natalia Cintya Putri Raharjo
29-May-05
bayam
kayu

5
Alena Nathania
4-Mar-05
bayam
kayu







2. Pembahasan
Karena pemerolehan bahasa menyangkut berbagai aspek perkembangan, maka pandangan dati banyak ahli dalam berbagai bidang yang relevan seperti linguistik umum, psikologi, neurologi, biologi, dan pemerolehan bahasa akan dimanfaatkan. Perkembangan pemerolehan bahasa oleh Ingram (dalam Kushartanti. 2005 : 23) dibagi menjadi tiga periode yaitu : (a) periode buku harian; (b) periode sample besar; (c) periode kajian longitudinal. Menurut H. Taine pada tahun 1876 dalam penelitiannya menggunakan metode buku harian orang tua. Dalam metode ini orang tua membuat buku harian yang isinya merupakan catatan perkembangan bahasa anak yang sering disebut “biografi bayi” (baby biography). Kemudian disusul dengan karya yang lain misalnya karya Preyer 1889. Clara dan Wilhelm Stern 1907. pada tahun 30-an muncul pelopor John B. Watson yang menerbitkan buku Behaviorism yang memiliki ciri-ciri (dalam Kushartanti : 2005 : 11).
Ciri pertama menonjolkan peran lingkungan dalam pemerolehan pengetahuan, termasuk pemerolehan bahasa. Manusia hayalah sebagai tempat kosong yang isinya akan ditentukan oleh alam sekitarnya. Ciri yang kedua, perubahan perilaku anak ditelusuri melalui peristiwa yang kasad mata yang ada di lingkungannya yang sering dimunculkan dalam eksperimen. Ciri yang ketiga, hasil eksperimen dinyatakan dalam system pengukuran yang sifatnya kuantitatif. Ciri yang keempat peniruan dan asosiasi merupakan wahana yang paling ampuh dalam pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa dicapai dengan menumbuhkan seperangkat kebiasaan dan kebiasaan hanya diperoleh melalui latihan peniruan, asosiasi, dan penekanan (reinforcement).
Pandangan yang nativistik berlandaskan kenyataan bahwa seorang anak dapat memperoleh bahasa mana pun kalau saja ia diberi peluang. Anak memiliki bekal kodrati yang memungkinkan dia dapat memperoleh bahasa apa saja yang disuguhkan kepadanya. Argumentasi Chomsky yang mendukung bekal kodrati. Pertama, pemerolehan bahasa adalah suatu species-spesific human capacity hanya manusialah yang dapat memperoleh bahasa. Ini berarti bahwa dalam benak (mind) manusia ada prinsipel-prinsipel restriktif yang menentukan nature bahasa manusia. Kedua, pemerolehan bahasa sama sekali tidak tergantung pada intelegensi manusia. Betapa pun rendahnya intelegensi manusia (kecuali kalau ada cacat tertentu), dia tetap saja akan dapat berbahasa. Ketiga, pemerolehan bahasa anak di dunia terjadi dalam kondisi yang berbeda-beda namun memiliki strategi yang sama. Keempat, masukan yang diterima anak memang rancu, tetapi anak dapat memilah-milah dan kemudian membuat hipotesis sendiri sehingga akhirnya terbentuklah wujud bahasa yang diterima oleh masyarakat dewasa di sekitarnya.

3. Pemerolehan Fonologi Umur Satu sampai Tiga Tahun.
Perkembangan kabahasaan anak berjalan sesuai dengan jadwal biologisnya. Pernyataan ini perlu dipahami benar karena banyak orang mengaitkan dengan jumlah umur. Pernyataan Lenneberg mengenai hal ini diarahkan pada perkembangan motorik anak, dan pada jumlah tahun dan bulan anak tersebut. Hal ini menyebabkan mengapa ada anak yang berumur tertentu sudah dapat berbicara sedangkan anak yang lain dengan umur yang sama belum.
Dalam pemerolehan bahasa, masukan merupakan faktor yang sangat penting dan sangat menentukan. Manusia tidak akan dapat menguasai bahasa, apabila tidak ada masukan kebahasaan padanya. Selaras dengan bertambahnya kemampuan ujaran kemampuan komprehensifnya pun mulai berjalan cepat, dan mampu menangkap apa yang diucapkan orang dewasa, serta mampu membedakan bahwa sesuatu adalah berbeda dari sesuatu yang lain. Misal ditunjukkan gambar kucing dan orang lain mengatakan ikan, anak akan berkata [ utan ] yang artinya “bukan”. Lingkungan dan orang tua akan menentukan pemerolehan bahasa anak yang berkaitan dengan unsur kesantunan berbicara anak.
Pada umur anak mencapai dua tahun pada umunya telah menguasai semua fonem vokal bahasa Indonesia. Variasi alofonik sudah mulai terdengar, kecuali untuk vokal [o] yang sebenarnya merupakan wujud dari diftong [au] seperti pada kata kerbau dan pisau.
Fonem-fonem yang telah dikuasai anak umur dua sampai tiga tahun ditinjau dari segi fonologi menunjukkan beberapa hal yang menarik. Perkembangan vokal mereka tampak mengikuti teori universal seperti yang dinyatakan oleh Jakobson, meskipun tidak sepenuhnya. Berarti anak usia dua sampai tiga tahun baru mengenal vokal [a], [i], dan [u] kemudian sesuai dengan perkembangannya menyusul vokal-vokal yang lain.
Untuk bagian konsonan, urutan universal yang dianut anak pada umumya berlaku pula pada anak-anak yang berada di daerah yang diteliti penulis. Misalnya pada konsonan bilabial dan alveolar telah muncul secara teratur dengan konsonan ringan [p] dan [t] muncul lebh dahulu.
Konsonan velar [k] dan [g] sama sekali belum terdengar, kecuali [k] pada akhir kata, yang menyerupai bunyi glotal. Pada awal atau tengah kata, kedua bunyi ini diganti dengan bunyi hambat yang lain atau dihilangkan. Pada akhir kata hanya [?] yang sudah muncul.
Munculnya bunyi frikatif [s], dan belum munculnya bunyi frikatif [s] adalah bahwa bunyi ini baru kedengaran bila berada pada akhir kata, misalnya [abis]. Bila pada awal kata, bunyi frikatif ini belum muncul : [ama] “sama”, [ini] “sini”, [akit] “sakit” dan sebagainya. Bunyi frikatif global [h] juga muncul pada akhir kata [nih] “nih”, [tuh] “tuh”, [udah] “sudah”. Pada awal kata bunyi ini tidak kedengaran : [abis] “habis”, [antu] “hantu”. Bunyi frikatif lain, [f], [v], [z], [s], dan [x] sama sekali belum pernah muncul.
Konsonan nasal yang dikuasai adalah [m] dan [n], baik dalam posisi awal, tengah ataupun akhir kata. Melalui perkembangannya bunyi nasal velar [ŋ] juga sudah muncul tetapi masih terbatas pada akhir suku kata. Bunyi nasal palatal [ñ] belum muncul dan diganti dengan bunyi [n].
Pada umumnya gugus konsonan belum muncul sampai unsur sekitar tiga tahun. Walaupun ada gugus konsonan namun masih terbatas pada satu kata, misalnya [mb] pada kata [mbak] dan [nd] pada kata [ndak]. Begitu juga gugus vokal juga belum tampak sehingga kata-kata untuk “kerbau” dan “pisau” diucapkan sebagai “ebo” dan “pitso”.
Dari data di atas tampak bahwa likuid yang berupa [l] muncul tidak lama setelah bunyi hambat ringan. Mungkin sekali munculnya bunyi likuid lateral ini karena kendala atau tekanan semantik yang memerlukan adanya bunyi yang dekat dengan bunyi [r] yang jauh lebih sukar pengujarannya. Bahwa derajat kesukaran fonologis itu memegang peran sudah banyak dinyatakan banyak orang. Elsen (dalam Soenjono, 2000 : 96) menyatakan bahwa perluasan makna dapat pula dipengaruhi oleh kesukaran fonologis ; Levelt menunjukkan bahwa struktur segmental kata juga bisa merupakan kendala ; demikian pula Geirut dkk. (dalam Soenjono, 2000 : 96). Menunjukkan bahwa pemunculan suatu bunyi dapat pula dipengaruhi oleh kendala leksikal.
Untuk kata duduk, enak, dan cantik dapat diucapkan dengan [k] final, tetapi pada kata kecil, kasih, bukan, dan ikan masih diucapkan [etil], [tatsih], [butan], dan [itan].
Pemerolehan bahasa anak umur dua sampai tiga tahun melalui perkembangan fonologi didapatkan rumusan sebagai berikut :
ü sudah diperoleh semua posisi vokal dan konsonan[i e ε u o э a d]
ü Diperoleh tapi baru pada posisi akhir suku kata [k s ŋ ]
ü Belum diperoleh [g f ś z ĉ ĵ ñ r x ]
a. Adakah kesamaan kemampuan anak dalam mengucapkan kata-kata tertentu?
Secara umum ada ucapan-ucapan anak yang menunjukkan kesamaan, misalnya maem, mimik, papa, mama, dan lain-lain. Tetapi secara khusus ada ucapan anak yang unik (tidak seperti anak lainnya), sebagaimana terpapar dalam tabel di atas.
b. Siapa yang paling berperan dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak?
Dalam hal ini ibu dianggap paling menentukan perolehan dan kecakapan bahasa seorang anak. Karena pada hakekatnya anak cenderung meniru dan mengikuti jejak orang tuanya (termasuk bahasa), maka dianjurkan untuk tidak menyebut nama benda dengan ucapan yang cadel (cedal, gagap).
c. Bagaimana upaya terbaik dalam mengembangkan kemampuan awal kebahasaan anak ini?
Upaya yang dilakukan yaitu dengan melatih vokal, yang paling dipahami oleh anak , sebagai contoh fonem A. Selanjutnya anak perlu diberi kesempatan berbicara di hadapan orang tuanya, tidak lain agar anak memiliki keberanian mengeluarkan.
d. Mengapa kemampuan kebahasaan anak ini perlu dipersiapkan secara dini?
Kemampuan kebahasaan anak perlu dipersiapkan dengan seksama, karena sesuai penjelasan di atas bahwa potensi kebahasaan anak dapat dikembangkan dalam usia 0 – 11 tahun.

D. Simpulan
Setelah diuraikan sebagaimana bagian-bagian terdahulu, dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1. Ada kesamaan kemampuan anak dalam mengucapkan kata-kata tertentu.Secara umum ada ucapan-ucapan anak yang menunjukkan kesamaan, misalnya maem, mimik, papa, mama, dan lain-lain. Tetapi secara khusus ada ucapan anak yang unik (tidak seperti anak lainnya), sebagaimana terpapar dalam tabel di atas.
2. Yang paling berperan dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak adalah ibu. Dalam hal ini ibu dianggap paling menentukan perolehan dan kecakapan bahasa seorang anak. Karena pada hakekatnya anak cenderung meniru dan mengikuti jejak orang tuanya (termasuk bahasa), maka dianjurkan untuk tidak menyebut nama benda dengan ucapan yang cadel (cedal, gagap).
3. Upaya terbaik dalam mengembangkan kemampuan awal kebahasaan anak yaitu dengan melatih vokal, yang paling dipahami oleh anak , sebagai contoh fonem A. Selanjutnya anak perlu diberi kesempatan berbicara di hadapan orang tuanya, tidak lain agar anak memiliki keberanian mengeluarkan.
4. Kemampuan kebahasaan anak ini perlu dipersiapkan secara dini karena sesuai penjelasan pada awal makalah ini, potensi kebahasaan anak dapat dikembangkan dalam usia 0 – 11 tahun.





Daftar Pustaka

Depdiknas, 2003. Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar SD, SMP, dan SMA. Jakarta: Depdiknas.

Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder, 2005. Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Oktavianus, 2006. Analisis Wacana Lintas Bahasa, Yogyakarta: Andalas University Press.

Salomo Simanungkalit, 2006. 111 Kolom Bahasa Kompas. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Samsunuwiyati Mar’at, 2005. Psikolinguistik, Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama.

Soenjono Dardjowidjojo, 2000. ECHA, Kisah Perolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Tidak ada komentar: