Selasa, 18 Mei 2010

HASIL PENGAMATAN

(SEBUAH ANALISIS DESKRIPTIF)

I. Pendahuluan

Saat ini tidak sedikit orang yang memiliki anggapan keliru tentang keberadaan bahasa Indonesia. Kekeliruan tidak hanya menyangkut fungsi dan kedudukan bahasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, melainkan sampai pada tahap terkecil, yakni penafsiran terhadap makna kata.
Secara garis besar, Hastuti dalam bukunya Permasalahan dalam Bahasa Indonesia mengungkapkan demikian: Ada beberapa anggapan yang perlu dibetulkan dan sebagian perlu dipahami maksudnya, yaitu:
1. Menganggap, bahwa bahasa sendiri tidak perlu dipelajari
2. Menganggap, bahwa bahasa Indonesia sudah wajar dimiliki oleh bangsa Indonesia
3. Menganggap, bahwa bahasa Indonesia lebih mudah dibandingkan dengan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya.
4. Menganggap, bahwa bahasa Inggris lebih bagus dan ilmiah daripada bahasa Indonesia
5. Menganggap, bahwa bahasa Indonesia tidak mampu menjadi bahasa murni.

II. Permasalahan

Kegiatan berbahasa merupakan suatu proses pengungkapan ide setelah melalui proses produksi, uji kelayakan, penyempurnaan, serta pengkajian secara singkat di dalam unit pengolahan berupa otak dan unit penyaringan atau finishing berupa hati. Apa yang tertuang lewat kata-kata baik secara lisan maupun tertulis, sangat dipengaruhi oleh bahan yang diproduksi, proses memproduksi serta menyempurnakan (finishingnya). Dalam hal ini ada yang sempurna (tidak bermasalah), dan ada yang tidak sempurna (menimbulkan masalah).
Kemungkinan kesalahan yang pertama dipengaruhi oleh kinerja mesin produksi yang sangat rumit sistemnya berupa otak (logika), sedangkan kemungkinan kesalahan kedua dikarenakan unit penyempurna yang belum mampu memoles produk tersebut menjadi halus dan layak jual, yakni hati (rasa/ emosi).
Dari permasalahan itulah terjadi salah pilih karena salah nalar, misal dalam konteks, “Apakah Pengeran Charles pewaris tahta kerajaan Inggris?” Apakah Chris John memenangi pertandingan ataukah memenangkan pertandingan? Apakah bupati mampu mengatasi masalah dengan membawahi camat-camatnya? Jika pasal KUHP berbunyi, “Barang siapa melanggar …, maka berita terdakwa melanggar pasal … KUHP itu salah”. (Anton M. Moeliono)
Ada sesuatu yang hilang dalam sejarah perkembangan bahasa, pertama kemajemukan dalam konteks persatuan dan kesatuan bangsa; dan kedua huruf-huruf dan aksara dalam bahasa daerah (Andre Moller, dalam 111 Kolom Bahasa Kompas: 102-105)
Sort Message Service (SMS), surat menyurat singkat? ATM diartikan (ditangkap dalam konsep) anjungan tunai mandiri, padahal automatic teller machine saja tidak ada dalam konteks bahasa aslinya. Bagaimana dengan PKI, yang orang bahkan sampai bergidik (atau berkelu lidah) menyebutnya? Demikian pun dengan keputusan MPRS, bukankah harus segera dihapuskan, karena keputusan final dari majelis yang bersifat sementara. (Salomo Simanungkalit)
Gapapa klo blom tao merupakan pesan sederhana untuk kita, bahwa di dunia internet (sebut e-mail), dan atau sms (lewat ponsel atau mobile phone) terjadi perubahan yang sangat luar biasa dalam kebakuan bahasa.

III. Pembahasan

Beberapa ciri berikut menjadi jawaban atas masalah yang boleh kita anggap sebagai perkembangan mengkhawatirkan ini. Pertama: bentuk bahasa ini sangat mirip dengan bahasa lisan, misal: ga tao (gak tau) dari enggak tahu atau tidak tahu. Klo gak salah dari kalau tidak salah, dan seterusnya.
Sort Message Service (SMS) dari seorang remaja berikut bisa menjadi gambaran yang lebih nyata.
1. Guys, bsk k skul ga? Nek k skul jam brp? Blz. Gpl.
Di sini tampak ada beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan:
a. Penggunaan kosakata asing dalam bentuk adopsi secara utuh (guys)
b. Singkatan yang tidak lazim digunakan
1) bsk (besok)
2) k (ke)
3) skul (sekolah)
4) brp (berapa)
5) blz (balas)
6) gpl (ga pakai lama) artinya cepat
c. Penggunaan ragam lisan (ga artinya tidak)
d. Penggunaan kosakata bahasa daerah (Jawa) secara utuh (nek artinya kalau)

2. Waalaikumsalam. Kt gme lgsg k perpus kerkop dah dtggu dsna. Mskny jam 8 kan? Wass.
Pada bagian contoh ini kaa-kata yang digunakan cukup jelas:
a. Penggunaan salam tertentu mencirikan tingkat kekerabatan dan apresiasi seseorang
1) Waalaikumsalam (merupakan balasan salam)
2) Wass (penutup salam)
b. Penggunaan singkatan atas dasar sama-sama memahami (suprasegmental)
1) Kt (kita)
2) gme (game artinya acara)
3) lgsg (langsung)
4) dah (sudah)
5) dtggu (ditunggu)
6) dsna (di sana)
7) msknya (masuknya)
c. Penggunaan istilah khusus untuk nama tempat dan lokasi
1) perpus (perpustakaan)
2) kerkop (nama kampus/ lokasi sekolah)

3. Guys, da info ni. Ni kan ak lg cr mknan di dpn sklahan, eh trnyta ktmu ma p. Bi2! Brrti BI ny dikrjain hr ini aj biar bsk tnggal nyantai.
a. Penggunaan kosakata asing dalam bentuk adopsi secara utuh
1) Guys (teman/ kawan)
2) info (informasi)
b. Singkatan yang tidak lazim digunakan
1) cr (cari)
2) mknan (makanan)
3) dpn (depan)
4) trnyta (ternyata)
5) p. (pak)
6) bi2 (bambang)
7) brti (berarti)
8) BI ny (bahasa Indonesianya)
9) hr (hari)
10) Tnggal (tinggal)

c. Penggunaan ragam lisan
1) ni (nih/ini)
2) sklahan (sekolahan)
3) ktmu (ketemu)
4) ma (sama/dengan)
5) dikrjain (dikerjain/dikerjakan)
6) aj (aja/saja)
7) da (ada)

d. Penggunaan kosakata bahasa daerah (Jawa) secara utuh (nek artinya kalau)
1) ak (aku/saya)
2) lg (lagi/sedang)

4. Jd. Hebat no! skul, trz utahan, trz fitness+tes fisika. Brarti ortu qt hemat uang coz g usah makani qt2 1hr.
a. Penggunaan kosakata asing dalam bentuk adopsi secara utuh
1) fitness (olahraga kebugaran)
2) coz (indekost/pondokan)

b. Singkatan yang tidak lazim digunakan
1) Jd. (jadi)
2) skul, trz utahan, trz fitness+tes fisika. Brarti ortu qt hemat uang coz g usah makani qt2 1hr.

c. Penggunaan ragam lisan
1) utahan (ulang tahunan/ pesta ulang tahun)
2) g (gak/tidak)

d. Penggunaan kosakata bahasa daerah (Jawa) secara utuh
1) no (ngono/gitu)
2) makani (memberi makan)

e. Penggunaan singkatan atas dasar sama-sama memahami (suprasegmental)
1) Skul (sekolah)
2) Trz (terus/ lalu)
3) Ortu (orang tua)
4) Qt (kita)
5) 1hr (satu hari).

5. AsS ..hi,guys…q ud ptong rmbut niw..hiks3..hehehe..sebahujdny..tp lum tw hsilny ky ap..abz niw br drbnding..doain yupz!hehehe,bnm luw..niw plsa trkhr q..
Pada contoh ini variasi penggunaan kosakata semakin beragam:
a. Penggunaan kosakata asing dalam bentuk adopsi secara utuh
1) Hi (hai)
2) Plsa (pulsa)

b. Singkatan yang tidak lazim digunakan
1) Ud (sudah)
2) Ptong (potong(
3) Rmbut (rambut)
4) Niw (nih/ini)
5) Jdny (jadinya)
6) Tp (tapi)
7) Lum (belum)
8) Tw (tahu/mengerti)
9) Ky (kaya/seperti)
10) Ap (apa)
11) Abz (habis)
12) Br (naru)
13) Drbdng (di-rebonding)
14) Doain (doakan)
15) Yupz (ya/oke)
Selain mirip bahasa lisan, bentuk ini juga merupakan penyederhanaan (pemendekan), misalnya gapapa yang maksudnya enggak apa-apa atau tidak apa-apa. Cw (dari cewek), dah (sudah), dan mo (mau). Tetapi pada satu konteks kasus malah terjadi penambahan huruf karena dirasa lebih keren, misal: sih menjadi sich, dan deh menjadi dech (ada penambahan huruf c).
Ciri yang kedua: pengaruh dialek bahasa Jakarta sangat tinggi, misal: gw (gue), dalam konteks klo gw gak setuju atau gw rasa skrng (sekarang).
Ciri yang ketiga: adanya pengaruh bahasa Inggris, misanya: uda liat cover belakangnya blom?, artinya sudah melihat sampul belakangnya belum? Contoh lain: gw abstain aja dech, artinya saya memilih untuk tidak mengungkapkan pendapat saja deh.
Terdapat pula sejenis bentuk lisan Inggris dalam beberapa kata, misalkan kata coz yang merupakan kependekan dari kata because, yakni sebab.
Kalimat berikut terlihat dalam iklan ponsel: gw she nunggu banget coz gw hobi denger music. Berkaitan dengan ini terpakai pula macam-macam singkatan Inggris atau internasional di internet Indonesia, misalnya LOL (laughing out loud ‘tertawa terbahak-bahak’), IRL (in real life ‘dalam kehidupan nyata’), dan BTW (by the way ‘ngomong-ngomong). Terdapat pula ciri lain pada bentuk bahasa ini, misalnya bahwa huruf s terkadang diubah menjadi z (alasan menjadi alazen), q sebagai ki pada contoh qta (kita).(Andre Moller)
Dari lonte ke pekerja seks komersial, terjadi perubahan makna yang ‘diusahakan’ dari kasar menjadi halus. Lonte diartikan sebagai ‘perempuan jalang; wanita tunasusila; pelacur; sundal’. Dalam KKBI diartikan ‘perempuan yang melacur’. Dari konteks itu muncul berbagai predikat seperti bunga malam, bunga jalan, kupu-kupu malam. Permasalahan berkembang kepada pemikiran ‘bukankah pelacur itu orang yang melacur?’ (dalam hal ini laki-laki?), sedangkan perempuan lacur disebut terlacur atau linacur?
Kemudian pada akhirnya dicetuskan istilah PSK (pekerja seks komersial), dengan harapan harkat dan martabat wanita lebih terangkat, bahwa yang justru ‘bejat moral’ adalah kaum lelaki. Tetapi permasalahan baru bisa muncul, yakni dengan predikat pekerja, maka pekerjaan itu dianggap sah dan diakui. Para pekerja pada bidang kerja ini berhat membentuk serikat kerja? (meskipun pada kenyataannya mereka tetap mengalami nasib sama buruk dengan pelacur), yang tetap dirazia, dan tidak terlindungi. (Ayatrohaedi)
Nasib kata dalam bahasa Indonesia seperti hiu yang ajed bentuknya selama jutaan tahun dan ikan-ikan hias kecil yang terus berubah bentuk untuk bisa bertahan hidup. Sebagai spesies besar, hiu diumpamakan kata-kata yang sudah baku dan tidak mengalami perubahan makna, sedangkan ikan-ikan hias lebih mirip dengan kata-kata baru yang mengalami perubahan bentuk (pemaknaan yang berbeda-keliru). Beberapa contoh berikut dapat menjadi penjelas, misalnya: kata nyaris yang bermakna ‘lolos dari bahaya’ dan ‘sesuatu yang tidak diinginkan’ (seperti : nyaris celaka, nyaris gagal, nyaris tertabrak, nyaris mati), berubah makna menjadi hampir dalam konteks ‘olahragawan itu nyaris juara’.
Demikian pun dengan kata ‘kalau’ yang dipaksakan menggantikan kata ‘bahwa’ dalam kalimat, “Dia bilang kalau kau sekarang sudah jadi dukun jarak jauh” (interferensi dari bahasa Jawa).
Nasib kata dalam bahasa Indonesia seperti hiu yang ajeg bentuknya selama jutaan tahun dan ikan-ikan hias kecil yang terus berubah bentuk untuk bisa bertahan hidup. Sebagai spesies besar, hiu diumpamakan kata-kata yang sudah baku dan tidak mengalami perubahan makna, sedangkan ikan-ikan hias lebih mirip dengan kata-kata baru yang mengalami perubahan bentuk (pemaknaan yang berbeda-keliru). Beberapa contoh berikut dapat menjadi penjelas, misalnya: kata nyaris yang bermakna ‘lolos dari bahaya’ dan ‘sesuatu yang tidak diinginkan’ (seperti : nyaris celaka, nyaris gagal, nyaris tertabrak, nyaris mati), berubah makna menjadi hampir dalam konteks ‘olahragawan itu nyaris juara’.
Demikian pun dengan kata ‘kalau’ yang dipaksakan menggantikan kata ‘bahwa’ dalam kalimat, “Dia bilang kalau kau sekarang sudah jadi dukun jarak jauh” (interferensi dari bahasa Jawa).

IV. Simpulan

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa:
1. Bahasa mengalami perubahan baik pada bertambahnya kosakata maupun pada pergeseran makna
2. Ada kecenderungan pada pemakai bahasa untuk lebih singkat dan praktis dalam berkomunikasi
3. Penggunaan bahasa asing dalam beberapa pengungkapan maksud menjadi sebuah kebiasaan yang mempunyai 2 alasan yakni ilmiah (mewakili konsep), dan prestise (dianggap lebih tinggi derajadnya)
4. Terjadi salah kaprah penggunaan yang tidak begitu diperhatikan oleh mesyarakat bahasa dan bahkan mereka terbawa dalam arus perubahan tersebut.
5. Ada keinginan dari masyarakat pemerhati bahasa maupun pemerintah untuk memperbaiki dan mengatasi perrmasalahan dalam berbahasa ini, namun hal itu cukup berat, bahkan secara alami justru bertentangan dengan pronsipperkembangan bahasa yang arbitrer (manasuka)

DAFTAR PUSTAKA

Anton M. Moeliono dan Soenjono Dardjowidjojo(penyunting), 1988. Tata Bahasa Baku BAHASA INDONESIA, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kushartanti dkk, 2005. Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Salomo Simanungkalit, 2006. 111 Kolom Bahasa Kompas, Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Sr i Hastuti, 1984 Permasalahan dalam Bahasa Indonesia, Yogyakarta : Intan.

Tidak ada komentar: