Selasa, 18 Mei 2010

MENGUPAS CERPEN

A. Pendahuluan
Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Cerita rekaan merupakan jenis karya sastra yang beragam prosa. Berdasarkan panjang-pendek cerita, ada yang membedakan cerita rekaan – lazimnya disingkat cerkan – dengan sebutan cerita pendek atau cerpen, cerita menengah atau cermen, dan cerita panjang atau cerpan (Saad dalam Panuti Sujiman, 88 : 11) namun, patokan yang jelas persyaratan panjang-pendek ini belum ada.
Karya sastra dapat membawa kita keluar dunia nyata, memberi kita kesempatan meninggalkan dunia ini sebentar dan memasuki dunia fiksi. Akan tetapi karya sastra yang baik membekali kita dengan sesuatu yang bermanfaat bagi hidup kita selanjutnya.
Dalam kesusasteraan yang menjadi daya pikat pertama adalah nama pengarang. Seorang yang terjun ke dunia karang-mengarang tahap pertama yang dia usahakan adalah popularitas nama sebagai pengarang yang tentunya tanpa mengabaikan mutu dari setiap karyanya. Dia berusaha menemukan corak kepribadian yang tersendiri, terlepas dari pengaruh atau pengekoran pengarang lain yang telah senior.
Menghadapi sebuah cerpen sebagai salah satu jenis karya sastra, hal yang menarik yang pertama terdapat pada halaman awal terutama tergantung pada kepandaian pengarang membuka cerita. Cerpen pada hakikatnya adalah seni bercerita. Pengarang yang sudah memperoleh nama, di waktu mengarang mereka tidak akan bersikap asal bercerita saja. Mereka menyortir berbagai kemungkinan dan memilih yang terbaik daripadanya (Putu Arya, 95:58).
Dalam tulisan ini akan dianalisis sebuah cerpen karya Esma Mahmudya yang berjudul “Karena Wanita Ingin Dimengerti”. Esma Mahmudya adalah seorang pengarang yang telah menghiasi ruang penulisan karya terpopuler lewat internet. Cerpen “Karena Wanita Ingin Dimengerti” dibuka dengan sebuah konflik yang sangat unik, sehingga membuat setiap pembaca tertarik untuk membaca lebih jauh dan mengerti ceritanya. Seperti pengarang yang lain, yang menghargai pembaca dengan tidak mengguruinya, dalam cerpen ini, pembaca dapat menyimpulkan sendiri setelah selesai membaca cerpen tersebut. Karena kepiawaian penulis dalam bercerita, sampai membuat pembaca terkecoh dengan cerita ini, karena nama-nama tokoh yang ada disamarkan sedemikian rupa hingga mampu memberi kejutan sampai akhir cerita.

1. Sekilas tentang Esma Mahmudya
Dari hasil pencarian sebuah cerpen terpopuler di internet akhirnya muncullah sosok Esma Mahmudya dengan karyanya berjudul Karena Wanita Ingin Dimengerti. Karya ini cukup menarik karna mencoba mengungkap sebuah kenisbian dalam kehidupan, bahwa manusia atas takdir Allah dapat berubah seperti apa saja di luar batas kemampuan berfikirnya, meskipun hanya dalam mimpi.
Karena Wanita Ingin Dimengerti menjadi cerpen terpopuler, terbukti telah dibaca oleh sedikitnya 1148 kali. Ini bisa diartikan bahwa cerpen ini cukup menarik dan menantang bagi pembaca yang selalu melakukan pencarian dan penelusuran nilai-nilai kehidupan, lewat karya sastra.

2. Cerita Pendek “Karena Wanita Ingin Dimengerti”
Cerita pendek ini mengisahkan seorang laki-laki yang mabuk dengan kelebihannya sebagai seorang maskulin, hingga dia selalu memandang remeh dan melihat dengan sebelah mata terhadap makhluk yang bernama perempuan. Pandangannya yang agak aneh dan picik itu justru mewarnai sikap kesehariannya ketika bergaul dengan lawan jenisnya. Hingga pada suatu hari dia bermimpi menjadi seorang perempuan, bisa digambarkan bagaimana menderitanya ia menjalani sosok lain dari dirinya, menjadi seorang perempuan pula. Mimpi inilah yang akhirnya membawa tokoh pada perubahan sikap yang berbalik sepenuhnya menjadi sangat perhatian kepada wanita dan lebih bisa menghargai serta mengerti wanita.

B. Analisis Cerita
1. Tema
Dalam cerita itu si penulis bermaksud mengatakan hubungan antara tokoh dengan problema kehidupannya, seperti sebuah konflik batin. Ceritanya sederhana dan unik karena tokoh dalam cerita seperti mengalami karma, ketika dia harus berubah menjadi sosok yang paling dibencinya, yakni wanita, meskipun hanya dalam mimpi.
Sebagaimana terlihat dalam ilustrasi berikut:
Setengah melompat dari tempat tidur, gerry langsung memelototi cermin di kamarnya. ”AAAAHHH! GUE JADI CEWEK!!” Seketika, pintu kamar Gerry terbuka dan ibunya melangkah masuk dengan jengkel. ”Gabby, ada apa sih kamu? Bukannya siap-siap ke sekolah, malah jerit-jerit ga keruan!” ”Bu, aku...”, tiba-tiba Gerry terdiam. Tunggu sebentar! Tadi, ibunya memanggil dia apa? ”Bu, tadi manggil aku apa ya?” ”Ya ampun, masa lupa nama sendiri? Sudah deh Gabby, buruan kamu mandi. Nanti telat!” Dan Ibu pun keluar sebelum Gerry sempat berkata apa-apa lagi. Gerry terduduk lemas di tempat tidur. Apa sebenarnya yang terjadi? Apa dia kena semacam virus berbahaya yang dapat mengubah kelamin seseorang? Tapi, masa ibunya tidak berkomentar apa-apa! Pokoknya, harus ada yang bisa menjelaskan ini semua! Gerry bangkit dan berjalan untuk membuka pintu lemarinya. Ia nyaris pingsan begitu melihat isinya: BH, rok, blus, daster, kerudung, dan segala macam aksesoris perempuan! Sambil mengerang, ia mencomot seragam sekolahnya dan...sejenis pakaian dalam. ”Masa gue harus pakai beginian...?” Tapi kengerian sebenarnya baru muncul saat dia sudah keluar kamar dan masuk ke kamar mandi. Gerry melepas semua bajunya dan menatap ke bawah, ke ’tubuhnya yang baru’. Seketika, ia kembali menjerit, ”AAAAHHH!!” Ibunya, yang sedang menyiapkan sarapan, menatap sewot ke pintu kamar mandi. ”Kenapa sih itu anak?”
2. Setting dan Penokohan
Cerita ini mengungkapkan kisah seorang remaja yang masih duduk di bangku sekolah SMA. Terlahir dari keluarga yang mayoritas didominasi oleh wanita, sang tokoh benar-benar repot harus berhadapan dengan wanita.
Tokoh Gerry yang pada sebuah waktu berubah menjadi Gabby, akhirnya mengalami antiklimaks pada watak buruknya justru ketia dia dihadapkan pada kondisi yang sangat dibencinya. Gerry yang berubah menjadi Gabby akhirnya menyadari kesalahannya selama ini. Ia yang selalu menggoda lawan jenis bukan untuk menarik perhatian, tetapi justru karena kebenciannya.
Hal tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi berikut:
Gabby (mulai sekarang, kita panggil saja dia begitu) melangkah gontai ke arah sekolahnya. Pikirannya masih berkutat seputar persitiwa super aneh yang terjadi pagi ini. Dan yang paling aneh, tidak ada yang menyadari perubahan pada dirinya! Tadi dia mencoba menjelaskan kejadian ini pada keluarganya ketika sarapan, namun mereka malah mengira ia bercanda. Malah bapaknya sampai ngakak nggak bisa berhenti! Kakaknya, Gina, dengan sinis menuduhnya sakit jiwa, sementara Evi bertanya dengan polosnya ke Ibu, ”Bu, emangnya kak Gabby tadinya cowok, ya Bu?” Gabby terus memutar otak, mencari jawaban yang masuk akal. Tapi, tidak ada jawaban yang bisa menjelaskan perubahan fisik mendadak yang dialaminya. Atau kenapa tiba-tiba keluarganya menganggapnya sebagai anak perempuan bernama ’Gabby’. ”Gabby!” Tidak ngeh namanya dipanggil (rupanya belum biasa), Gabby terus berjalan memasuki gerbang sekolah. Ia sibuk memeras otak... ”Woi, Gabby! Kok nggak nyahut, sih?” Gabby menoleh dan melihat Lina, teman sekelasnya, menghampiri. ”Oh sori, Lin. Ga denger”, jawabnya sambil lalu. Ia sudah hendak melesat pergi, tapi tasnya keburu dicekal Lina. ”Buru-buru amat lu! Eh, nanti jadi ulangan sejarah ga?” Gabby menatap kesal pada Lina. Sok akrab amat ni orang! Biasanya ga pernah ngobrol juga...Tapi kemudian, ia tersadar bahwa ia sekarang adalah Gabby, bukannya Gerry. Wajar kalau sebagai cewek, ia lebih akrab dan dekat dengan teman-teman cewek. ”Oh, gue kurang tau deh. Kayanya nggak jadi...”, Gabby berusaha menanggapi. ”Aduh, mana gue belum belajar lagi! Ngomong-ngomong, kemarin lu nonton film di TVRI ga?” Selama perjalanan ke kelas, Lina terus berceloteh sementara Gabby hanya menanggapi seadanya saja. Diam-diam dia berpikir, ’dasar cewek...kalo udah ketemu sesamanya, ngoceh ga berenti-berenti” Sampai di kelas, Gabby berjalan secara reflek ke arah tempat duduknya di samping Pras. Tapi, Lina keburu mencekalnya lagi, ”Lu mau ke mana? Tempat duduk lu kan di samping gue!”
C. Analisis Situasi dan Konteks Sosial Budaya
1. Analisis Situasi
Penulis menyebut identitas dari tokoh yang terlibat dalam cerita dengan nama “Gerry” dan “Gabby”. Relasi kedua orang yang sedang dibahas itu sebagai hubungan lelaki dan wanita. Si penulis menggunakan cara ending suspense dalam menutup kisah yang dibangunnya dengan kejutan. Tiba-tiba pembaca dikejutkan dengan kenyataan, bahwa Gabby yang sebenarnya adalah Gerry hanya sedang bermimpi.
Mata Gerry terbuka. Ia terbangun dengan kaget, dan menatap sekelilingnya. Ia telah berada kembali di kamarnya, di pagi hari. Spontan Gerry mengamati tubuhnya sendiri. Rambut pendek! Dada rata! Ia langsung berteriak girang, ”GUE COWOK LAGI!!” Pintu kamar terbuka, dan ibu Gerry masuk sambil mencak-mencak. ”Kamu ini, Gerry! Bukannya siap-siap ke sekolah, malah teriak-teriak!” Gerry langsung melompat dari tempat tidurnya dan memeluk ibunya erat-erat. Ibu tentu saja terkejut, ”Kenapa kamu, Ger?” ”Bu, maafin aku sudah sering nakal dan ga nurut sama Ibu. Aku sayang ibu”, bisik Gerry. Ibunya tersenyum bingung, ”Iya, ibu maafkan. Ibu juga sayang kamu. Sudah, segera kamu siap-siap” Setelah Gerry melepaskan pelukannya, Ibu nkeluar sambil berkata, ”Di meja kamu ada gambar buatan Evi. Katanya, dia ingin tunjukin itu sama kamu” Gerry mencomot kertas gambar di mejanya, dan menatap gambar di situ. Ternyata, itu adalah gambar wajah dari gerry, dengan tulisan di bawahnya, ”Kakakku Tersayang”. Gerry merasakan haru, terbayang di benaknya wajah bulat berkerudung adiknya. Nanti, ia harus berterima kasih pada Evi dan memuji gambarnya. Gabby terduduk kembali dan melamun. Apakah benar semua kejadian saat ia menjadi ’Gabby’ hanyalah mimpi belaka? Rasanya itu terlalu nyata sebagai mimpi...Tanpa sadar, Gerry menatap ke bawah, ke lutut kirinya. Ada bekas luka di situ.

2. Analisis sosial budaya
Dalam konteks ini pengarang menempatkan si pelaku dalam budaya perkotaan dalam lingkup kehidupan sosio-kultural yang tidak lagi tradisional. Gerry atau Gabby digambarkan sebagai tokoh-tokoh yang memberontak terhadap kelaziman budaya dan hukum. Tokoh ingin memberontak bagaimana jika tidak perlu ada aturan yang mengharuskan seorang wanita harus diutamakan.
Keluarga Gerry tinggal di sebuah kompleks perumahan. Ini mengartikan mereka tidak tinggal di daerah pedesaan yang rumah-rumahnya masih terpisah dengan tanah-tanah yang dimanfaatkan untuk pertanian, tetapi tinggal di kompleks perumahan yang mengondisikan para penduduknya melakukan dan mempunyai sesuatu yang eksklusif. Kebanyakan mereka justru bersaing. Kalau salah satu keluarga memodifikasi rumah secara tertentu, keluarga-keluarga lain – biasanya yang berada dalam jalan yang sama – juga termotivasi berbuat yang sama namun dengan format lain. Ini semua yang membuat sosok Gerry semakin tidak memahami wanita.
D. Analisis Aspek Gramatikal
Analisis aspek gramatikal dalam wacana meliputi referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Berikut ini adalah pemaparan aspek-aspek gramatikal yang dijumpai dalam cerpen “Karena Wanita Ingin DImengerti”.
1. Pengacuan
Pengacuan (referensi) merupakan salah satu alat kohesi wacana. Dalam cerpen “Karena Wanita Ingin DImengerti” terdapat tiga macam pengacuan, yaitu pengacuan persona, pengacuan demonstratif, dan pengacuan komparatif. Masing-masing pengacuan dibahas sebagai berikut.
a) Pengacuan Persona
Pengacuan persona yang terdapat dalam cerpen “Karena Wanita Ingin DImengerti” meliputi pronominal persona pertama tunggal, pronominal personal kedua tunggal, pronominal personal ketiga tunggal, dan pronominal persona ketiga jamak. Adapun sifat pengacuan yang ada dapat dilihat pada penggalan berikut:
”Mereka mampu menyejukkan hati gue. Setiap kali gue punya masalah berat, gue merasa lebih sreg dan tentram kalo cerita sama teman cewek. Pada dasarnya, cewek itu makhluk yang penyayang dan sangat berperasaan. Makanya, mereka selalu bisa menunjukkan perhatian dan simpati pada orang lain. Gue rasa, itulah yang dicari para cowok setiap berpacaran” ”Tapi...cewek itu kan banyak kekurangannya. Masa lu ga tau, kan banyak cewek matre yang pacaran karena ingin morotin cowoknya!” Tio ketawa, ”Itu kan ga semua cewek. Lagipula, udah naluri dasar cewek untuk bergantung sama cowokm makanya wajar kalo mereka bersikap sedikit menuntut. Kalo soal cewek itu suka manja atau cengeng, yah, mungkin karena perasaan mereka kadang mengalahkan logika mereka. Tapi, masih banyak kok cewek yang ga gitu-gitu amat. Apalagi, saat mereka beranjak dewasa, menjadi seorang ibu dan istri. Jadi wanita sejati, istilahnya!”
b) Pengacuan Demonstratif
Pengacuan deminstratif (kata ganti petunjuk) dapat dibedakan menjadi dua yaitu pronominal demonstratif waktu (temporal) dan pronominal demonstratif tempat (lokasional). Demonstratif waktu terdiri atas waktu sekarang, lampau, akan datang, dan waktu netral. Demonstratif tempat terdiri dari tempat yang dekat, jaug, agak jauh, dan eksplisit. Pada cerpen “Karena Wanita Ingin DImengerti” banyak terdapat demostratif waktu lampau dan tempat yang eksplisit seperti pada data berikut.
”Nggak. Emangnya kenapa?” ”Kenapa sih cowok pada getol pacaran? Emangnya apa yang dicari cowok dari cewek? Sori nih kalo pertanyaan gw rada aneh”, tambah Gabby buru-buru begitu melihat Tio tidak langsung menjawab. ”Nggak apa-apa. Gimana ya jawabnya...gini deh. Biarpun gue ga pacaran, tapi gue bisa ngerti kenapa anak-anak pada pacaran. Gue sendiri, gue sadar kalo gue butuh banget sama teman-teman cewek gue. Karena dari mereka, gue bisa dapat sesuatu yang gue ga bisa dapat dari temen cowok gue”
2. Komparatif
Salah satu bentuk kohesi gramatikal adalah komparatif yaitu membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Cerpen “Karena Wanita Ingin Dimengerti” mempunyai dua jenis kohesi gramatikal yang berupa pengacuan komparatif yaitu seperti, dan yang juga
Sebagaimana ilustrasi berikut:
Keesokan harinya. Seperti biasa, Gerry terbangun pukul lima tiga puluh. Dan seperti biasa pula, ia ngulet-ngulet dulu selama seperempat jam sebelum sepenuhnya tersadar. Tapi, ada sesuatu yang sangat tidak biasa pagi itu... Pagi itu, badannya terasa aneh. Kepalanya terasa berat, dan dadanya terasa tidak nyaman. ”Kenapa nih badan gue...?”, gumam Gerry pada dirinya sendiri. Lho? Kok suaranya juga kayaknya beda ya? Dengan waswas, Gerry meraba kepalanya dan terkejut setengah mampus! Sejak kapan rambutnya jadi gondrong begini? Lalu, ia memegang-megang dadanya yang juga terasa aneh. Muka Gerry langsung pucat. Rasanya seperti...
3. Penyulihan (Substitusi)
Penyulihan atau substitusi adalah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebutkan) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsure pembeda (Sumarlam, ed., 2003:28). Pada cerpen “Karena Wanita Ingin Dimengerti” terdapat beberapa bentuk penyulihan seperti pada data berikut.
a) Substitusi Nomina
Gerry menatap tanpa minat pada kertas kumal yang dipegang Evi. ”Nanti aja ya...” ”Tapi Kak...!”, protes Evi. ”Evi, Kak Gerry lagi capek! Kalo mau kasih liat gambar, besok aja!” Tanpa menghiraukan ekspresi nelangsa adiknya, Gerry masuk kamar dan langsung membaringkan diri di tempat tidur. Seandainya tidak ada wanita di dunia ini...
b) Substitusi Verbal
Terdapat substitusi satuan lingual verbal dalam cerpen “Karena Wanita Ingin DImengerti” seperti pada kutipan berikut:
”Ya ampun, masa lupa nama sendiri? Sudah deh Gabby, buruan kamu mandi. Nanti telat!” Dan Ibu pun keluar sebelum Gerry sempat berkata apa-apa lagi. Gerry terduduk lemas di tempat tidur. Apa sebenarnya yang terjadi? Apa dia kena semacam virus berbahaya yang dapat mengubah kelamin seseorang? Tapi, masa ibunya tidak berkomentar apa-apa! Pokoknya, harus ada yang bisa menjelaskan ini semua! Gerry bangkit dan berjalan untuk membuka pintu lemarinya. Ia nyaris pingsan begitu melihat isinya: BH, rok, blus, daster, kerudung, dan segala macam aksesoris perempuan! Sambil mengerang, ia mencomot seragam sekolahnya dan...sejenis pakaian dalam. ”Masa gue harus pakai beginian...?”
Pada (18) satuan lingual verba BH, rok, blus, daster, kerudung disubstitusikan dengan satuan lingual verba aksesoris perempuan.

c) Substitusi Frasa/Klausa
Dari hasil analisis cerpen “Karena Wanita Ingin Dimengerti” terdapat substitusi frasa dengan frasa seperti nampak pada kutipan berikut:
Keesokan harinya. Seperti biasa, Gerry terbangun pukul lima tiga puluh. Dan seperti biasa pula, ia ngulet-ngulet dulu selama seperempat jam sebelum sepenuhnya tersadar. Tapi, ada sesuatu yang sangat tidak biasa pagi itu... Pagi itu, badannya terasa aneh. Kepalanya terasa berat, dan dadanya terasa tidak nyaman. ”Kenapa nih badan gue...?”, gumam Gerry pada dirinya sendiri. Lho? Kok suaranya juga kayaknya beda ya? Dengan waswas, Gerry meraba kepalanya dan terkejut setengah mampus! Sejak kapan rambutnya jadi gondrong begini? Lalu, ia memegang-megang dadanya yang juga terasa aneh. Muka Gerry langsung pucat. Rasanya seperti...
4. Elipsis (Pelesapan)
Pelesapan (elipsis) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang beupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Pelesapan dapat berbentuk kata, frasa, atau klausa. Pada cerpen “Karena Wanita Ingin Dimengetri” terdapat beberapa pelesapan seperti pada data berikut.
a) Elipsis Kata
Beberapa jam kemudian...Gabby melalui pelajaran-pelajaran berikutnya di kelas, tanpa ada secuil pun ilmu yang msauk ke otaknya. Yang ada di kepalanya hanyalah bagaimana cara untuk kembali ke kondisi semula, dan siapa yang mau mempercayai ceritanya. Tapi, samar-samar muncul suatu pikiran mengerikan di benaknya...jangan-jangan ia sebenarnya memang cewek. Mungkin ia mengalami sejenis hilang ingatan atau semacam penyakit jiwa yang menyebabkan dirinya mengira bahwa ia lelaki.
b) Pelesapan Frasa
Guna menghasilkan suatu cerita yang efektif, praktis, dan efisien, pada cerpen “Karena Wanita Ingin Dimengerti” terdapat beberapa pelesapan satuan lingual yang berbentuk frasa. Pelesapan pada tingkat frasa terdapat pada ilustrasi berikut:
Bel kembali berbunyi, menandakan mulainya jam pelajaran berikutnya (pelajaran setelah olahraga), yaitu olahraga. Gabby hampir saja hendak keluar dari kelas, tapi kemudian ingat bahwa sebagai cewek ia berhak untuk ganti baju di dalam kelas. Maka, ia pun menunggu semua anak cowok keluar...dan mulai menyaksikan anak cewek berganti busana. Seketika, keringat Gabby mengucur deras dan ia merasakan suatu ’tegangan’ dalam dirinya. Ia buru-buru menyambar baju olahraganya dan kabur keluar kelas. Sayup-sayup, terdengar ada yang memanggil, ”Gab, mau ke mana?” ”Mau ganti baju di luar! Sekalian buang air!”
5. Sinonimi
Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal guna mendukung kepaduan wacana. Sinonimi dipakai untuk menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual laindlm wacana. Dalam cerpen “Karena Wanita Ingin Dimengerti” terdapat sinonimi morferm seperti pada contoh berikut:
Gabby mencekal kerah baju pras dan menyeretnya ke lorong. Sesampainya di sana, ia langsung menyemprot, ”Lu udah gila ya?” ”Gue ga gila. Gue bener-bener sayang sama lu...” ”Tapi, Pras! Ini ga bener! Gue ga mau homo sama lu!” Pras langsung melotot, ”Homo?” Gabby mengumpat dalam hati. Sialan, susah lagi ini jelasinnya! ”Gini, Pras. Gue tau sekarang gue keliatan kayak cewek, tapi gue cowok tulen! Gue Gerry, temen lu dari SD! Masa lu lupa sih?”
6. Antonimi
Antonimi adalah satuan lingual yang berlawanan, disebut juga dengan istilah oposisi. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) oposisi mutlak, (2) oposisi kutub, (3) oposisi hubungan, (4) oposisi hirarkial, dan (5) oposisi majemuk.
Hasil analisis terhadap cerpen “Angin Terjepit Bebatuan” terdapat 2 jenis antonimi, yaitu oposisi mutlak pada data (40) dan oposisi hubungan pada data.
Ilustrasi berikut menjadi penjelas pengertian tentang oposisi tersebut:
Gabby (mulai sekarang, kita panggil saja dia begitu) melangkah gontai ke arah sekolahnya. Pikirannya masih berkutat seputar persitiwa super aneh yang terjadi pagi ini. Dan yang paling aneh, tidak ada yang menyadari perubahan pada dirinya! Tadi dia mencoba menjelaskan kejadian ini pada keluarganya ketika sarapan, namun mereka malah mengira ia bercanda. Malah bapaknya sampai ngakak nggak bisa berhenti! Kakaknya, Gina, dengan sinis menuduhnya sakit jiwa, sementara Evi bertanya dengan polosnya ke Ibu, ”Bu, emangnya kak Gabby tadinya cowok, ya Bu?” (dalam konteks ini ada sosok adik)

7. Kolokasi (Sanding Kata)
Kolokasi adalah menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam satu domain atau jaringan tertentu (Sumarlam, ed., 2003:43). Dalam cerpen ini juga terdapat beberapa kolokasi atau sanding kata seperti pada kutipan berikut ini:

Keesokan harinya. Seperti biasa, Gerry terbangun pukul lima tiga puluh. Dan seperti biasa pula, ia ngulet-ngulet dulu selama seperempat jam sebelum sepenuhnya tersadar. Tapi, ada sesuatu yang sangat tidak biasa pagi itu...
E. Penutup
1. Hasil analisis kewacanaan menunjukkan bahwa cerpen “Karena Wanita Ingin Dimengerti” memiliki semua kohesi gramatikal maupun leksikal. Kohesi gramatikal meliputi pengacuan, penyulihan, pelesapan, dan perangkaian, sedangkan kohesi leksikal terdiri atas repetisi, sinonimi, antonimi, dan kolokasi. Keberadaan kohesi gramatikal dan leksikal tersebut membangun cerpen “Karena Wanita Ingin Dimengerti” menjadi sebuah cerita yang kohesif dan koheren.
2. Hasil analisis cerita yang meliputi tema, setting, penokohan, serta analisis situasi dan budaya menunjukkan bahwa cerpen “Karena Wanita Ingin Dimengerti” merupakan cerita yang menarik untuk dibaca, karena cerpen ini menampilkan sesuatu yang berbeda. Kisah kehidupan yang lain dan tidak lazim yang kebanyakan orang menganggapnya sebagai sesuatu yang unik. Cerita ini dikemas dengan menarik, sehingga orang baru mengerti cerita ini sebenarnya setelah selesai membaca pada kalimat terakhir cerita ini dengan memahami bahwa semuanya hanyalah mimpi


Daftar Pustaka

Esma Mahmudya, 2006. Karena Wanita Ingin Dimengerti, http://www. Yahoo. Com, Jumat, 09-Juli-2006

Fatimah Djajasudarman, T. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung : Eresco.

Henry Guntur Tarigan. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung : Angkasa.

Panuti Sudjiman. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Prapto Baryadi, I. 2002. Dasar-Dasar Analisis Wacana Dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta : Pustaka Gondho Suli

Putu Arya, T. 1983. Apresiasi Puisi dan Prosa. Jakarta : Nusa Indah.

Sumarlam.Ed.2003. Teori Dan Praktik Analisis Wacana, Surakarta: Pustaka Cakra

Tidak ada komentar: